NUSANTARANEWS.CO, Banten – Kiai Ma’ruf Amin mengingatkan para nahdliyin untuk tidak terbawa arus opini yang mendegradasi santri dan kiai. Seolah kedua elemen tersebut tidak layak menjadi pemimpin, juga tak layak menjadi politisi dan pemimpin birokrasi.
“Santri itu bisa jadi apa saja. Zaman dulu, Bupati dan Wedana itu Kiai, di Serang ada Kiai Sjam’un, Kiai Abdul Halim Bupati Pandeglang. Sekarang banyak juga santri dan kiai jadi Kepala Daerah. Jawa Barat dipimpin oleh Kiai. Wakil Gubernurnya Kiai. Jawa Tengah wakil gubernurnya kiai, putranya Mbah Moen. Jawa Timur juga dipimpin Nyai Khofifah, dia itu santriwati. Gus Dur juga pernah jadi presiden. Jadi kalau Kiai dipilih jadi wakil presiden, bukan hal aneh,” ujarnya saat Silaturahmi Nahdliyyin Kabupaten, Kota Serang dan Kota Cilegon di Pondok Pesantren An-Nawawi Tanara (Penata) Serang, Minggu (16/12/2018).
Kiai Ma’ruf mengajak masyarakat untuk membantah tudingan bahwa dipilihnya KH Ma’ruf Amin sebagai cawapres oleh Presiden Joko Widodo hanya akan jadi alat.
“Masa saya jadi alat. Saya tentu paham politik. Sebab sejak muda saya sudah jadi anggota DPRD DKI, menjadi anggota DPR-MPR, menjadi Dewan Pertimbangan Presiden dua periode, menjadi Rais Aam PBNU, Ketua MUI, masa bisa diperalat. Saya menerima tawaran menjadi Wapres adalah untuk memperjuangkan kemaslahatan bangsa ini,” tandasnya.
Ketua MUI ini menambahkan, upaya pembelaan terhadap umat dilakukan sejak lama dan banyak mendapat respon positif di era Presiden Jokowi.
“Saya pernah usul kepada Pak Jokowi, ekonomi Islam itu sangat penting bagi umat, sekaligus juga potensial untuk meningkatkan ekonomi nasional. Di antaranya adalah konsep bagi hasil. Kemudian Pak Jokowi setuju membentuk Komite Nasional Keuangan Syariah. Saya usulkan juga agar presiden langsung yang menjadi ketua komitenya,” ungkapnya.
(bya/aly)
Editor: Almeiji Santoso