HukumTerbaru

Mantan Bos PT APL Divonis Ringan, KPK Dihipnotis ?

NUSANTARANEWS.CO – Pengembang reklamasi rupanya sudah berhasil menghipnotis penegak hukum Independen di negeri ini yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal tersebut terlihat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang hanya menuntut pelaku kasus ‘Grand Corruption’ Ariesman Widjaja 4 Tahun kurungan penjara dan denda Rp 250 juta subsidair enam bulan kurungan, yang akhirnya berimplikasi pada putusan hakim yang lebih rendah yakni 3 tahun kurungan penjara.

Adapun Pasal yang digunakan yaitu Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Juncto Pasal 64 KUHP.

Sungguh sangat disayangkan putusan tersebut. Namun memang seperti itulah negeri kita ini, sebuah korporasi bisa merasuki seluruh Kementerian maupun Lembaga penegak hukum di Indonesia. Yang penting itu ada duit dan punya akses. Ending dari kasus ini sendiri sebenarnya memang sudah terbaca sejak awal kasus tersebut ditangani.

Baca Juga:  Kunjungi Dua MPS di Ngawi, Cagub Khofifah Banjir Dukungan Dari Pekerja

Pasalnya Ariesman melalui kekuatan jaringannya meminta bantuan Polres Jakarta Utara untuk menggagalkan aksi tim satgas KPK yang akan meringkusnya pada tanggal 25 Februari 2016 di Harco Mangga II, Jakarta Utara.

Adapun itu isu yang dihembuskan saat itu agar tak terendus oleh awak media adalah tim Satgas KPK diduga menggunakan narkoba, ada juga yang menyebut bahwa tim satgas KPK sedang menyelidiki Samsat Pajak di wilayah  tersebut.

Kemudian tidak selang berapa lama kemudian di konfirmasi oleh tim Humas saat itu, mereka sedang melaksanakan gugus tugas. Namun tidak dijelaskan lebih ditel apa gugus tugas yang dimaksud.

Dari situ saja sudah terlihat bahwa memang ada yang tidak beres. Bagaimana mungkin bisa seorang penegak hukum independen dihalang-halangi oleh Polisi sekelas Polres dengan alasan tidak mengenakan ID dan tidak ada surat tugas. Yah tidak mungkin juga KPK seceroboh itu. Untuk menangkap maling saja, polisi menggunakan surat tugas penangkapan. Masa untuk menangkap maling kelas kakap KPK tidak diberikan surat tugas ? Aneh bukan.

Baca Juga:  King of Morocco, HM King Mohammed VI, Delivers Speech to Nation on Green March 49th Anniversary

Kabar KPK sedang menangani kasus Ariesman pun sampai ke telinga Luhut Binsar Pandjaitan yang saat itu masih menjabat sebagai Menteri Koordinator (Menko) Polhukam. Kemudian Luhut menelpon dua orang pimpinan KPK. Setelah itu dua orang pimpinan KPK itu pun memanggil tim yang menangani kasus tersebut.

Singkat cerita disepakatilah bahwa kasus tersebut masih akan tetap dilanjutkan dengan berbagai macam strategi. Salah satunya mungkin dengan penerapan Pasal yang dikenakan.

Ariesman sebelumnya di dakwa menyuap Sanusi sebesar Rp 2 miliar agar mengakomodir pasal-pasal yang tercantum dalam Raperda RTRKS Pantai Utara Jakarta sesuai dengan keinginan Ariesman. Termasuk pasal soal tambahan kontribusi.

Mulanya, Ariesman menginginkan agar tambahan kontribusi sebesar 15 persen dari nilai NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) total lahan yang dapat dijual itu dihilangkan. Namun Sanusi tak bisa menyanggupi keinginan itu. Ariesman kemudian menjanjikan uang Rp 2,5 miliar kepada Sanusi dengan tujuan agar tambahan kontribusi itu dimasukkan dalam pasal penjelasan dengan menggunakan konversi.

Baca Juga:  Anak Diberi Kuota Khusus Pendidikan, Ribuan Buruh di Sidoarjo Pilih Menangkan Khofifah di Pilgub

Bahkan selama masa perundingan antara Pemprov dan DPRD terkait Raperda tersebut. Pihak-pihak dari Airesman di datangkan ke lokasi guna memantau rapat tersebut. (Restu)

Related Posts

1 of 200