NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Ketua DPP Lembaga Anti-Korupsi Republik Indonesia (LAKRI) DKI Jakarta Ical Syamsuddin mengatakan bahwa setiap warga negara berkehendak dan memiliki satu impian dan harapan yang lebih baik yakni berkesempatan memiliki penghidupan yang makmur dan sejahtera. Namun demikian, publik tak memahami cara kerja politik kepemiluan dan demokrasi vis a vis makmur dan sejahtera.
“Untuk membangun negara demokrasi yang sehat dan mampu mensejahterakan masyarakat, dibutuhkan rentetan sorotan sejak pra pemilu, pemilu, dan pasca pemilu. Sorotan kepada aktor politik tak cukup membuat negara menjadi baik,” kata Ical dikutip dari keterangan tertulisnya, Minggu (25/2/2018).
Nyatanya, kata Ical, tidak pada saat pemilu atau pra pemilunya saja yang disoroti. Misal, Undang-Undang Pemilu terlambat dibuat, itu disorot, tapi setelah pemilunya selesai, kerja bupati, gubernur, tidak disorot. Terlepas itu semua merupakan bagian dari produk pemilu.
“Terkait hal itu Korupsi yang dilakukan oleh kepala daerah, yang marak terjadi di 2017, tak terpisah dari proses pra pemilu dan pemilu yang bermasalah. Seringkali, praktek korupsi akibat masuknya sokongan dana ‘haram’ kepada para calon kepala daerah,” jelasnya.
“Haqqul yakin, itu pasti terjadi dan ada, misal, yang menyokongi atau proses tidak benar karena dia kumpulkan uang dari hal-hal yang tidak benar. Masyarakat harus memperhatikan proses pencalonan dan kampanye mereka, karena tidak lepas dari itu terjadi,” sambungnya.
Untuk itu, Ical menambahkan, LAKRI mengajak masyarakat untuk aktif mengawal dan menagih janji yang disungguhkan oleh para kandidat. Jika kerja tak sesuai janji, masyarakat sebagai pemilik kedaulatan berhak mencabut mandatnya dengan tidak memilihnya kembali pada pemilu selanjutnya.
“Hal itu wajib dan harus terus dikontrol karena proses pemilu tidak hanya soal pemungutan suara, harus ada peningkatan terhadap hasil. Di sinilah makna kedaulatan rakyat itu akan bekerja,” pungkasnya.
Editor: Eriec Dieda