Konon, Namanya adalah Celurit: Kisah Dua Algojo – Eksekusi Yanto (8-Habis)

Eksekutor (Ilustrasi). Foto: Tert.am
Algojo (Ilustrasi). Foto: Tert.am

Langit mulai berwarna biru kegelapan, menandakan subuh sudah akan berlalu, dan matahari akan segera muncul di ujung sungai ini, Rendra nampak membuang sebuah karung goni, berisi sebuah tubuh, entah itu mayat Yanto atau anggota keluarga yang lainnya, ke bawah, tepat ke sungai dibawah jembatan dimana ia kini sedang berdiri saat ini, sejenak ia menetralisirkan pikirannya menyadari tugasnya yang terakhir sudah beres, tersenyum gembira bisa kembali ke keluarganya menjelang tahun baru. Menarik nafas segar dari udara alam yang perlahan mengalir melalui sela-sela hidungnya melewati kerongkongannya menuju paru-paru di dadanya, seakan memurnikan kembali jiwa milik Rendra. Sementara beberapa meter di samping tubuhnya terdapat sebuah mobil jeep hitam miliknya yang membelakangi dirinya saat itu, ia pun berjalan menuju mobilnya,

“Hei.. bagaimana kalau aku antar sampai terminal?.. aku tahu beberapa terminal yang ada di daerah sekitar sini, kalau kau mau.”, Rendra berkata kepada Yoga yang memang sebelumnya berada di dalam mobil, menunggu dirinya selesai membuang semua mayat yang ia bawa dari rumah Yanto, ia berjalan perlahan ke arah mobilnya, tangannya menutup kembali resleting jaket hitam yang ia kenakan, untuk menahan udara dingin yang dari tadi terus menusuk tulangnya bertubi-tubi.

Namun nampaknya tak ada jawaban apapun dari koleganya tersebut untuk beberapa saat, merasa ada yang janggal, ia pun membuka pintu mobil, dan tak ada siapapun di dalam mobil, kosong, seperti sejak tadi hanya ada dia saja yang membawa mobil ini. Nampak hanya ada selembar kertas berisi daftar nama target operasi mereka sebelumnya diatas jok mobil depan, dimana nama terakhir yaitu YANTO sudah ditandai, karena telah dieksekusi semalam tadi. Rendra pun melihat keadaan sekitar di luar mobil, namun tak ada Yoga sama sekali, hanya hembusan angin dingin pagi dan lampu-lampu diatas jembatan yang masih menyala, terlihat jelas dan pasti sejauh mata memandang. Beberapa saat ia hening, tarpaku heran dengan koleganya tersebut, namun kemudian ia menyadari kemana koleganya tersebut pergi, ia pun hanya tersenyum tak mengambil pusing hal itu, dan masuk ke dalam mobil kembali, seakan tak terjadi apapun.

Ia melihat ke arah langit biru yang warnanya menembus kaca mobil tempatnya berada kini, begitu indah nan suram, tersenyum gembira atas pekerjaan yang telah ia capai setahun ini, “Selamat malam bung!”, ucap Rendra yang tersenyum sendiri, lalu segera menyalakan mobil jeep miliknya, dan segera meninggalkan dari jembatan yang suram itu. Meninggalkan hanya dua mayat sepasang suami istri, terbungkus karung goni yang kini sedang mengapung, berjalan terseret arus sungai yang nampak tenang di pagi yang sunyi pada suatu perkampungan di Pulau Jawa, menunggu untuk ditemukan seseorang, menyampaikan kembali kabar terror. Ya, sebuah, terror yang selalu menghantui dikala malam tiba, terror bagi mereka yang bertato, untuk saatnya dicabut nyawa oleh mereka yang menyebutnya sebagai pemulihan atas kejahatan yang begitu menjamur selama ini, cara perlindungan untuk masyarakat yang begitu efektif pada masa pemerintahan tirai besi.

Baca Kisah Sebelumnya: Konon Namanya adalah Celurit

*Andika Wahyu A. P. lahir di Klaten, Jawa Tengah, 22 Juli 1998, ia dibesarkan di kota Tasikmalaya, Jawa Barat, berkebangsaan Indonesia, dan kini merupakan seorang Mahasiswa Seni Film di Institut Kesenian Jakarta.  Ketertarikannya terhadap genre, Horror/thriller melalui buku maupun film, seringkali dituangkan langsung kedalam beberapa karya nya, sebut saja film pendek yang ia tulis dan sutradarai sendiri seperti, “AEOLUS” yang terinspirasi dari sebuah mitologi Yunani dan juga “Lost”, yang keduanya sempat masuk di beberapa festival film termasuk festival film International di China, dengan kategori thriller dan experimental di tahun 2016.

__________________________________

Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resensi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: redaksi@nusantaranews.co atau selendang14@gmail.com.

Exit mobile version