Berita UtamaLintas NusaRubrikaTerbaru

Ketua Lembaga Dakwah PCNU Sumenep Bahas Tradisi Unik Penduduk Indonesia saat Bulan Puasa

Ketua Lembaga Dakwah PCNU Sumenep Bahas Tradisi Unik Penduduk Indonesia saat Bulan Puasa
Foto: Ketua Lembaga Dakwah Pengurus Cabang Nahdhatul Ulama (PCNU) Sumenep, Kiyai Imam Sutaji.

NUSANTARANEWS.CO, Sumenep – Ketua Lembaga Dakwah Pengurus Cabang Nahdhatul Ulama (PCNU) Sumenep, Kiyai Imam Sutaji mengulik tentang beberapa fakta unik di Indonesia saat bulan puasa.

Pemuka agama itu menyampaikan saat diundang sebagai narasumber di Radio Pragaan Station untuk program Dialog Keagamaan pada Rabu, 15 Maret 2024.

Beliau menuturkan, Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki banyak ras dan budaya. Adat istiadat yang kental juga menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Akan tetapi, menjunjung toleransi beragama juga menjadi prioritas. Oleh karena itu, Indonesia memiliki cara unik mewarnai bulan Ramadhan dibanding negara lainnya.

Muslim di Indonesia terbiasa mengadakan musik patrol untuk membangunkan sahur, ngabuburit, sedekah di malam lekoran, antar jamu atau bingkisan untuk tunangan dan beberapa hal unik lainnya. Termasuk juga tidak menggunakan pengeras suara di luar jam normal supaya tidak menggangu jam istirahat.

Baca Juga:  Ketua PERATIN Sulut Ikut Pengambilan Sumpah Advokat di PT Manado

“Larangan membunyikan speaker keluar masjid di luar waktu shalat itu bagi warga yang penduduknya beragam seperti kota-kota besar warganya berdampingan dengan warga non muslim. Tujuannya untuk keberlangsungan toleransi. Itu maksudnya menteri agama,” tutur Kiyai Imam Sutaji.

Akan tetapi, lanjut beliau, khusus wilayah Madura yang mayoritas beragama Islam diperbolehkan menggunakan pengeras suara saat tadarus sepanjang tidak lebih dari pukul 22.00 WIB.

“Sejatinya menteri agama tidak melarang membunyikan speaker untuk kegiatan peribadatan. Itu hanya untuk daerah yang beragam, untuk menguatkan toleransi antar umat beragama,” imbuhnya.

Selain itu, Kyai Imam Sutaji menyebutkan bahwa salah satu hal unik yang biasa dilakukan penduduk Indonesia saat bulan Ramadhan adalah ngabuburit. Pada dasarnya, ngabuburit berasal dari kata Sunda “ngalantung ngadagoan burit” yang berarti menunggu waktu sore.

Beliau mengatakan bahwa ngabuburit hukumnya boleh dilakukan sepanjang tidak menimbulkan maksiat atau pun mengganggu aktivitas orang lain.

“Sepanjang tidak mengganggu orang lain dan tebar maksiat, kegiatan ngabuburit tidak masalah. Cuma kalau nongkrong di tepi pantai laki perempuan di tempat sepi yang mengundang kemaksiatan itu yang kurang baik,” terangnya.

Baca Juga:  Ketua DPC PPWI Inhil Dibebaskan Bukan karena Belas Kasihan, Wilson Lalengke: Dedengkot Pungli Saruji Harus Tetap Diproses Hukum

Terlepas dari itu, penduduk Indonesia juga memiliki tradisi antar jamu atau bingkisan untuk tunangan saat malam lekoran.

“Bahkan ada tradisi tunangan diajak berhalal bihalal ke keluarga lainnya sepanjang bersama mahram itu bagian dari keunikan berislam di Indonesia,” pungkasnya. (mh)

Related Posts

1 of 130