Ketika Sastrawan Berjumpa Black Madonna di Montserrat

Saat Dennya JA mengunjungi Black Madonna di Montserrat. Ilustrasi: NusantaraNews.co/ Foto: Dok. Pribadi

Saat Dennya JA mengunjungi Black Madonna di Montserrat. Ilustrasi: NusantaraNews.co/ Foto: Dok. Pribadi

Catatan Perjalanan: Denny JA, Sastrawan dan peneliti.

NUSANTARANEWS.CO – Patung Bunda Maria berkulit hitam sudah menjadi ikon. Sekaligus patung itu bercerita terbentuknya realitas akhir yang bisa berbeda dari realitas awal karena perjalanan waktu dan bercampurnya budaya. Sejak dari Jakarta saya sudah mendengar ada Black Madonna di Montserrat: patung Bunda Maria tapi kulitnya sangat hitam. Dari Barcelona, saya memerlukan waktu satu jam menuju Montserrat.

Sungguh Monserrat itu pegunungan batu yang indahnya sangat dahsyat. Bentuk batu, dan warnanya itu karya ratusan tahun kikisan hujan, angin, panas, badai. Alam memang pelukis terbaik. Mungkin yang tinggal di area sini lebih banyak pendeta dan biarawati ketimbang penduduk biasa, ujar tour guide saya. Di antara batu batuan raksasa terdapat banyak bangunan tua.

Kamipun ikut antri panjang masuk ke monestry. Gereja di Monstreat itu sudah menjadi museum. Pelancong dari aneka negara datang dari jauh, bersama ingin melihat karya itu: Black Madonna, patung bunda Maria berkulit hitam.

Ternyata fenomena patung bunda Maria berkulit hitam ada di banyak negara, mulai dari Polandia, Spanyol, Filipina, chili, hingga ke Paris. Catatan sejarah menunjukkan patung Bunda Maria berkulit hitam termasuk patung tertua soal Bunda Maria.

Para ahlipun melakukan riset untuk menjelaskan. Mengapa di antara begitu banyak patung Bunda Maria berkulit putih, ada pula Bunda Maria berkulit hitam?  Yang mana yang benar? Bunda Maria berkulit putih, coklat atau hitam?

MArie Durant (1937), Marie Salliens (1945), dan Jacque Huynens (1972) menelitinya. Tiga pendapat ini menonjol sebagai jawabnya.

Pertama, ada kemungkinan patung Bunda Maria itu awalnya berkulit putih atau setidaknya coklat. Namun karena cuaca dan waktu,  bahan material patung dan lukisan mengalami perubahan pigmentasi. Tanpa disengaja warna putih atau coklatpun menjadi hitam. Alam secara gradual mengubahnya.

Kedua, ada kemungkinan Bunda Maria dipersepsikan oleh seniman atau teolog saat itu (dari komunitas dan zaman yang beda) memang berkulit hitam. Yaitu ketika baik Bunda Maria atau Yesus (Nabi Isa) belum diubah oleh orang Eropa menjadi berkulit putih seperti orang Eropa sendiri.

Persepsi itu masih diyakini oleh sebagian kecil pembuat patung atau pelukis Bunda Maria Hingga kini. Menjadi hitam itu bukan perubahan pigmen warna patung atau lukisan secara gradual, tapi itu warna patung sejak awal.

Ketiga, seniman pembuatnya atau pemimpin/ pemikir yang mempengaruhi sang seniman sengaja memfiksikan Bunda Maria. Mereka tahu Bunda Maria tak berkulit hitam seperti orang Afrika. Namun mereka perlu memfiksikan Bunda Maria berkulit hitam agar lebih mudah bagi ajaran Kristen diterima komunitas di luar kulit putih.

Menghitamkan kulit Bunda Maria bagian dari “marketing tools” menyebarkan agama Kristen untuk komunitas berkulit hitam dan bewarna.

***

Kasus mengubah penampakan bahkan citra tokoh agama yang dihormati, hal yang biasa, ternyata.  KIta pun melihat bagaimana penduduk Eropa mengubah citra Yesus (Nabi Isa, menurut orang Islam) sesuai kondisinya. Tanggal 25 desember pun diyakini hari kelahiran Yesus. Di eropa tanggal 25 Des itu acapkali pula turun salju. Akibatnya suasa kelahiran Yesus (Nabi Isa) terjadi dalam suasa turunnya salju. Padahal Yesus itu lahir di daerah Timur Tengah yang tak bersalju.

Seperti itulah bekerjanya proses budaya. Segala hal akhirnya bercampur dengan kultur lokal yang dominan. Tak ada lagi realitas yang asli. Yang ada evolusi realitas. Setiap zaman menyeleksi, menambahkan sesuatu, atau seminimalnya memberikan perspektif dengan nuansa yang berbeda.

Islam di Amerika misalnya melahirkan Progresive Muslim yang bercampur dengan nilai liberal. Versi Islam jenis ini membolehkan wanita memimpin sholat jamaah pria, pernikahan sejenis dll. Sebaliknya, Islam di Arab Saudi melahirkan Wahabisme dan tafsir Islam sesuai dengan kultur Arab. Misalnya melarang wanita Muslim menyetir mobil sendiri tanpa didampingi muhrimnya.

Islam yang sama, yang tumbuh subur di Amerika bisa berbeda penafsiran dengan Islam yang tumbuh subur di Arab Saudi, terutama soal peran wanita dan kasus LGBT.

Melihat patung Bunda Maria berkulit hitam, saya melihat inovasi dan keberanian individu atau kelompok untuk berbeda dengan zamannya. Sungguh kita berhutang budi kepada mereka yang membuat inovasi, baik ketika gagal, apalagi jika berhasil.

Editor: Ach. Sulaiman

Exit mobile version