Ketiban ‘Warisan’ Setnov, Aziz Syamsuddin Jadi Bahan Polemik Elit Golkar

Aziz Syamsuddin bakal ketua DPR menggantikan posisi Setya Novanto. Foto: Dok. Pribadi

Aziz Syamsuddin bakal ketua DPR menggantikan posisi Setya Novanto. Foto: Dok. Pribadi

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Nama Aziz Syamsuddin mendadak jadi perbicangan di kalangan elit Partai Golkar. Hal ini menyusul adanya kabar yang menyebutkan Aziz Syamsuddin menerima surat wasiat untuk menggantikan Setya Novanto sebagai ketua DPR RI. Surat wasiat itu, kabarnya, diberikan Setya Novanto kepada Aziz Syamsuddin.

Dengan kata lain, Setya Novanto meminta agar Aziz menggantikan posisinya sebagai ketua DPR karena Ketum Golkar kini tengah mendekam di rutan KPK.

Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) sendiri diketahui telah menerima surat pengunduran diri Setya Novanto sebagai ketua DPR, sekaligus menunjuk penggantinya yakni Aziz Syamsuddin.

Belakangan, penunjukkan Aziz ini ramai diperdebatkan oleh kalangan elit Golkar. Penunjukkan Aziz bahkan dinilai sepihak sehingga tak bisa diterima salah satu anggota Dewan Pembina Partai Golkar, Fadel Muhammad.

“Ini kan Golkar organisasi ada prosesnya, prosedurnya. Jangan serta merta begitulah,” kata Fadel di Senayan, Jakarta Pusat, Senin (11/12).

Penolakan serupa juga disampaikan Wasekjend DPP Partai Golkar, Ace Hasan Syadzily. Alasannya sama dengan apa yang disampaiakan Fadel. “Menurut saya sih menyalahi aturan. Itu kan tidak sesuai dengan aturan partai karena penunjukan ketua DPR itu harus dibahas di dalam rapat pleno,” kata Ace.

Sementara itu, Anggota Dewan Kehormatan Partai Golkar Ginandjar Kartasasmita menyatakan penunjukan Aziz Syamsuddin sebagai Ketua DPR RI pengganti Setya Novanto dianggap aneh dan tidak sesuai dengan kebiasaan Partai Golkar.

“Menurut saya, penunjukan Aziz sebagai Ketua DPR aneh, ganjil dan belum pernah terjadi. Jabatan Ketua DPR adalah jabatan yang luar biasa pentingnya, sejajar dengan presiden walaupun prosesnya beda,” kata Ginandjar di Komplek DPR RI, Senayan, Jakarta, (11/12).

Menurut Ginandjar jabatan Ketua DPR harus diproses sesuai dengan mekanisme yang ada. “Bagaimana kok jabatan Ketua DPR diwariskan, bukan begitu. Jabatan Ketua DPR harus diproses sebagaimana harusnya. Ini kan kayak diwariskan. Jadi ini sesuatu yang keliru,” katanya. (red)

Editor: Eriec Dieda

Exit mobile version