NUSANTARANEWS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta masyarakat jeli memilih kepala daerah dalam setiap digelarnya pemilihan kepala daerah (pilkada). Hal tersebut untuk mengantisipasi munculnya pemimpin daerah yang korupsi.
“Masyarakat harus lebih jeli dan pinter mencari pemimpin yang baru, karena kita akan ada Pilkada lagi. Kami mohon masyarakat memilih pemimpin daerah yang capable bukan berdasarkan hubungan-hubungan kekeluargaan,” imbau Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif, di Jakarta, Sabtu, (31/12/2016).
Lebih lanjut dia mengatakan, bahwa sangat rentan terjadi praktik korupsi, jika pemerintah daerahnya berhubungan dengan dinasti. Contohnya seperti yang terjadi pada pemerintahan di Kabupaten Klaten. Dimana Bupati Klaten saat ini adalah Sri Hartini, kemudian suaminya juga pernah menjabat sebagai Bupati Klaten juga.
“Perlu kita lihat Bupati Klaten ini, suaminya pernah menjadi bupati, wakil bupati Klaten saat ini suaminya juga pernah jadi bupati. Kondisi-kondisi seperti ini dari pengalaman KPK yang melibatkan pemimpin daerah sangat rentan praktek-praktek korupsi,” katanya.
Sebagai informasi, di tahun 2016 ini sudah ada 4 orang yang ditangkap tangan oleh KPK. Pertama pada April 2016, KPK menciduk dan menetapkan Bupati Subang, Ojang Suhandi. Dia ditetapkan menjadi tersangka karena diduga menyuap JPU sebanyak 528 juta, dalam kasus BPJS.
Kemudian disusul oleh Bupati Banyuasin Yan Anton Ferdia. Bupati ini menjadi tersangka dalam kasus suap pada proyek dinas pendidikan dan dinas lainnya di wilayah kekuasaannya, Banyuasin.
Selanjutnya, adalah Walikota Cimahi, ia di tangkap KPK karena ia bersama suaminya menerima sogokan dari beberapa pengusaha yang berminat mengerjakan proyek tahap dua Pasar Atas Baru Cimahi. Kepala daerah yang paling anyar yang di tangkap tangan oleh KPK adalah Bupati Klaten, yang diduga menerima suap dalam menentukan jabatan eselon II di wilayah kerjanya. KPK juga menyita uang sebesar Rp 2 miliar di ruang kerja bupati perempuan ini. (Restu)