NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Presiden Jokowi dinilai tidak mengikuti konsepsi Bung Karno terkait lokasi ibu kota negara yang baru karena Kalimantan Timur akhirnya yang dipilih pemerintah. Dalam pengumuman siang ini, Jokowi menyebut lokasi ibu kota baru itu di kawasan Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kertanegara.
“Batalnya Kalteng menjadi ibu kota sebagai bukti ketidaksiapan Jokowi terkait oemindahan ibu kota itu sendiri. Padahal, jika mengikuti konsepsi Sukarno, Palangkaraya-lah yang disiapkan Bung Karno sebagai ibu kota,” ujar pengamat politik, Bin Firman Tresnadi kepada redaksi, Jakarta, Senin (26/8/2019).
Presiden Jokowi sendiri menyebut, pemerintah telah melakukan sejumlah kajian mendalam dan intensif dalam 3 tahun terakhir untuk menentukan lokasi ibu kota yang baru tersebut sampai akhirnya wilayah Kaltim yang dipilih.
Selain itu, setidaknya ada empat alasan Presiden Jokowi menyebut kawasan tersebut dijadikan lokasi ibu kota negara. Pertama, resiko bencana minimal seperti banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan, gunung berapi dan tanah longsor.
Kedua, lokasi kawasan tersebut strategis karena berada di tengah-tengah Indonesia. Ketiga, berdekatan dengan wilayah perkotaan yang sudah berkembang yakni Balikpapan dan Samarinda. Keempat, sudah tersedia lahan yang dikuasai pemerintah seluas 180.000 hektare.
Lebih lanjut, secara prinsip, konsep pindah ibu kota sebagai landasan mengurangi kemacetan Jakarta dan pemerataan pembangunan adalah kekeliruan besar. Sebab, jika memang itu menjadi dua dari sekian banyak alasan seharusnya pemerintah melakukan dua hal.
“Pindahkan Pelabuhan Tanjung Priok ke karawang karena Pelabuhan Tanjung Priok adalah salah satu sumber kemacetan. Truk-truk hasil industri baik ekspor maupun impor masuk Jakarta setiap harinya yang jumlahnya ribuan, baik dari Sumatera maupun Jawa,” kata Bin Firman.
Kedua, kata dia, Jokowi seharusnya segera merelokasi pabrik-pabrik, pergudangan dan industri lainnya di Jakarta keluar Jakarta, baik ke Jawa maupun luar Jakarta. “Jakarta sebagai ibu kota harusnya bebas dari industri. Jakarta harus betul-betul dikonsep sebagai kota pemerintahan saja,” paparnya. (eda/ed)
Editor:Eriec Dieda