NUSANTARANEWS.CO – Latar belakang agama tidak membatasi seseorang untuk menjadi pejabat publik. Identitas primordial tidak menghalangi untuk terlibat dalam urusan pemerintahan. Demikian kata Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz dalam keterangan tertulisnya.
“Hal ini tercermin dalam proses pencalonan Pilkada serentak tahun 2017. Sekedar menyebut sebagai contoh selain DKI Jakarta, dimana pasangan calon terdiri dari latar belakang agama yang berbeda-beda misalnya di Singkawang, Yapen, Ambon, Kepulauan Sangihe, Tapanuli Tengah, Landak, Buleleng, Kupang dan Tapanuli Tengah. Seluruh identitas agama ada dalam komposisi calon di Pilkada serentak gelombang kedua ini,” terangnya kepada nusantaranews.co, Rabu (12/10).
Lebih lanjut, Masykur menyatakan, jJauh lebih utama tidak menggunakan isu SARA sebagai alat kampanye. Akan tetapi lebih mengedepankan adu gagasan dan konsep perbaikan dan kemajuan daerah.
“Mengisi hari-hari kampanye dengan penyampaikan program, akan jauh lebih menarik bagi masyarakat daripada menggunakan isu primordial,” tegas Masykur.
Masykur pun mengimpikan, alangkah indahnya jika perdebatan yang muncul jelang Pilkada adalah program kebijakan masing-masing calon dengan tolok ukur yang kuantitatif terhadap keuntungan dan kerugian yang diakibatkan dari kebijakan tersebut. Demikian juga, imbuhnya, sejauhmana adu konsep para calon dapat diterapkan baik secara jangka pendek maupun jangka panjang.
“Mari kita sudahi isu primordial sebagai alat untuk menjatuhkan, lebih menggunakan sebagai kekuataan bersama untuk maju kedepan,” tandasnya. (Sulaiman)