NUSANTARANEWS.CO – Dalam lelucon kehidupan, single (jomblo) dipandang sebagai sebuah aib. Bahkan, jadi bulan-bulanan intrik, kritik serta bahan tertawaan (bullying) di dalam pergaulan. Apa anda termasuk masih single atau jomblo?
Jomblo tak perlu khawatir. Toh setiap individu sudah barang tentu ada jodohnya. Lambat kau tapi pasti, kelak status jomblo bakal ditanggalkan.
Dalam banyak kasus, orang yang masih single kadang tak mampu menahan diri untuk sekadar bersabar. Di dunia yang serba terbuka, melalui media sosial mereka acap kali mengeluh dan ada pula yang bermuram durja. Hal itu tampak dari apa yang mereka tulis di sejumlah media sosial. Tindakan tak perlu, tentu saja.
Memang, menjadi single bukan perkara mudah. Sulit dan pelik. Salah satu penyebabnya adalah citra sosial. Namun, di sisi lain menjadi single merupakan sebuah kesempatan bagus. Lantas bagaimana bisa dikatakan kesempatan bagus?
Melansir The Asian Age, tak harus orang yang telah berpasangan untuk membuat orang lantas membutuhkan orang lain. Baik single dan yang sudah berpasangan, semua membutuhkan orang lain. Hal ini sekaligus menjadi penanda bahwa setiap orang memiliki identitas diri yang memang butuh orang lain. Sehingga tak ada perbedaan signifikan antara single dan yang sudah berpasangan.
Jika dilihat, hak istimewa hidup sebetulnya dimiliki oleh mereka yang masih single. Kok bisa? Ya, pernikahan adalah hal normal pasti terjadi pada siapa pun. Persoalannya hanya terletak pada siapa yang lebih dulu dan siapa yang belakangan.
Selain itu, kesempatan para single juga terbuka lebar dan luas. Termasuk kesempatan untuk melakukan internalisasi diri dari berbagai pengalaman yang telah didapatkan sebelumnya dalam perjalanan hidup.
Meski single, satu hal yang harus tetap dimiliki, yaitu cinta. Cinta dalam berbagai bentuk. Tidak ditambatkan pada struktur sosial yang menggunakannya sebagai gloss. Cinta yang tidak harus menyebabkan pernikahan. Namun, dibangun atas keyakinan antara individu tanpa perlu ada sanksi.
Cinta yang berasal dari investasi dalam persahabatan; tidak melihat mereka sebagai semacam kurang bermakna hubungan. Cinta yang berakar pada kasih sayang, dalam kemampuan untuk melihat orang lain yang ada di luar sistem sosial apapun. Cinta yang tidak dibatasi oleh narasi dongeng. Cinta yang bukan merupakan sebuah kebenaran di balik kiasan dari begitu banyak budaya pop. Tapi cinta yang didasarkan pada penemuan terhadap diri; cinta mendalam bagi diri.
Cinta terhadap diri bukanlah bentuk narsisme. Tapi, suatu yang diperlukan. Ini juga merupakan salah satu altruistik, karena cinta diri sering bermanifestasi sebagai menghormati tujuan seseorang. Alih-alih mengeluarkan energi dan emosi pada harapan masyarakat biasa, tetapi mengarahkan diri menjadi bergairah untuk menggapai goal.
Single bisa lebih fokus pada diri. Sebab, menjadi single merupakan sebuah kesempatan baik bagi diri untuk menghormati kehidupan dengan cara mencintai setiap hal secara total dan komprehensif tanpa diembel-embeli aturan dan norma sosial yang mengikat. Toh, setelah situasi itu membuat diri seseorang matang secara mental, maka kelak akan beralih pula dirinya pada situasi lain sebagai bagian dari aspek mencintai, yakni pernikahan.
Penulis: E.Dieda
Editor: Achmad Sulaiman