Indonesia Terancam Kehilangan Petani

Ilustrasi/Foto via murianews.com

NUSANTARANEWS.CO – Akibat urbanisasi, Indonesia terancam kehilangan petani. Tren pertumbuhan penduduk di perkotaan (population explosion) berlangsung sangat pesat. Diperkirakan saat ini 50 persen warga Indonesia tinggal di perkotaan, dan ke depan arus urbanisasi yang cepat diprediksi akan menyebabkan warga dunia yang tinggal di perkotaan akan mencapai 70 persen di tahun 2050.

Dampak paling nyata akibat derasnya laju urbanisasi adalah Indonesia kehilangan petani, khususnya di desa-desa. Pasalnya, pemerintah tampak tidak mampu menciptakan lapangan pekerjaan di desa sehingga warganya berbondong-bondong hijrah ke kota demi mengejar industri-industri yang gagah dan mentereng. Kehilangan petani merupakan ancaman nyata bagi Indonesia.

Sampai saat ini, upaya pemerintah guna membendung arus urbanisasi tak kunjung kongkret. Upaya Kementerian Pertanian dalam mensikapi ancaman kehilangan petani baru sebatas merumuskan program-program, salah satu yang terbaru ialah program Penumbuhan Wirausahawan Muda di Bidang Pertanian guna meningkatkan minta generasi muda terhadap sektor pertanian.

Hal itu disampaikan Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian Pending Dadih Permana di Jakarta, Kamis (19/5). Menurut Dadih, ancaman kehilangan petani itu disebabkan rendahnya minat generasi muda terhadap usaha di sektor pertanian serta berkembangnya stigma bahwa usaha pertanian tidak mampu memberikan keuntungan. Akhirnya, terjadilah urbanisasi.

“Saat ini memang diciptakan pandangan terhadap generasi muda bergerak di sektor industri lebih menguntungkan. Nantinya Indonesia akan kehilangan petani. Kalau generasi muda kuat, ini merupakan kekuatan yang masif,” ucap Dadih.

Dadih mengakui, ada sejumlah negara yang tidak menginginkan Indonesia kuat dan berdaulat di sektor pertanian. Salah satu caranya ialah menciptakan pandangan bahwa sektor pertanian tidak menguntungkan sehingga generasi muda enggan menggelutinya, alih-alih kembali ke kampung halaman masing-masing.

Mensikapi permasalahan itu, Dadih mengatakan BPPSDMP akan melakukan langkah kongkret dengan cara bekerjasama dengan 14 perguruan tinggi yang melibatkan sedikitnya 2.000 mahasiswa untuk terjun langsung mendukung program penumbuhan wirausahawan muda tersebut.

“Untuk menumbuhkan jiwa berwirausaha perlu dilakukan pembekalan mental wirausaha, membuka kesempatan berwirausaha seluas-luasnya dan membantu mempermudah akses terhadap aspek pendukung dalam usahanya. Nantinya kelompok-kelompok wirausaha muda ini akan kita hubungkan dengan lembaga pemberdayaan usaha yang lain,” jelas Dadih.

Dari 2.000 mahasiswa tersebut, kata Dadih nantinya akan dibagi menjadi 500 kelompok yang terdiri dari duahingga tiga orang. Setiap kelompok, ujar dia akan diberikan modal sebesar Rp 35 juta sebagai pendorong awal dalam kegiatan berwirausaha di sektor pertanian. Demikian upaya Kementerian Pertaian sejauh ini.

Sementara itu, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia sejauh ini telah meluncurkan program Dana Desa. Berdasarkan Permendesa Nomor 21 tahun 2015, pemerintah memprioritaskan penggunaan dana desa ke dalam tiga hal, yaitu infrastruktur, pelayanan sosial dasar, dan peningkatan kapasitas ekonomi desa.

Tahun 2016, pemerintah mengalokasikan dana desa sebesar Rp 46,9 triliun melalui APBN 2016. Dana desa tahun ini mengalami kenaikan hingga 100 persen. Sebab, ada 2015 dana desa hanya berkisar Rp 200 juta hingga Rp 300 juta. Sementara untuk tahun 2016 tiap desa akan mendapatkan dana Rp 600 juta hingga Rp 900 juta. Pemberian tersebut bergantung pada letak geografis, kesulitan akses, serta lokasi desa. Akankah program-program tersebut menghapus ancaman Indonesia dari kehilangan petani? (ER)

Exit mobile version