HankamPolitik

Indonesia Khawatir RUU Penggunaan Senjata Cina Oleh Pasukan Penjaga Pantainya

Indonesia khawatir RUU Penggunaan Senjata Cina oleh pasukan penjaga pantainya.
Indonesia khawatir RUU Penggunaan Senjata Cina oleh pasukan penjaga pantainya. Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi, Selasa (10/11)/Foto: NHK

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Indonesia khawatir RUU Penggunaan Senjata Cina oleh pasukan penjaga pantainya. Menyusul Kementerian luar negeri Vietnam yang menyatakan keprihatinannya terkait undang-undang Cina, yang akan memungkinkan pasukan penjaga pantainya menembak kapal asing di perairan yang dianggap berada di bawah yurisdiksinya – Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi juga mengungkapkan kekhawatiran yang sama atas Racangan undang-undang (RUU) Cina tersebut.

RUU tersebut juga menyebutkan mengenai langkah-langkah untuk melindungi pulau dan fasilitas buatan yang dimiliterisasi di Laut Cina Selatan.

Menlu Retno pada Selasa (10/11) mengatakan bahwa Indonesia menghormati hak negara lain untuk memberlakukan hukum domestik dan berharap undang-undang Cina tidak akan memengaruhi perdamaian dan stabilitas Laut Cina Selatan. Menurut Retno Jakarta akan tetap berkomunikasi dengan Beijing mengenai masalah tersebut.

Kongres Rakyat Nasional Cina merilis RUU tersebut yang menetapkan misi polisi maritim itu pada 4 November. Usulan dalam RUU itu mengizinkan Pasukan Penjaga Pantai Cina untuk menggunakan senjata di perairan Beijing, yang dianggap dalam wilayah hukumnya, jika kapal asing mengadakan operasi di sana yang dipandang ilegal serta jika kapal tersebut menolak perintah untuk berhenti.

Baca Juga:  Survei Sering Unggul, Khofifah-Emil Berpeluang Menang Besar di Pilgub Jawa Timur

RUU itu juga mencantumkan langkah-langkah penting yang akan dilakukan guna melindungi keamanan kepulauan buatan dan fasilitasnya. Hal ini diyakini merujuk pada kepulauan di Laut Cina Selatan tempat Beijing membangun pangkalan militer.

Cina mengklaim sebagian besar Laut Cina Selatan berdasarkan Nine Dash Line yakni: sembilan garis putus-putus imaginer yang membentang dari Kepulauan Paracel hingga laut di Kepulauan Spratly tanpa melalui konvensi hukum laut internasional di bawah PBB atau UNCLOS 1982, di mana Cina terdaftar sebagai negara yang ikut menandatanganinya.

Dengan dalih historis sepihak tersebut Cina mengklaim perairan Natuna dan Kepulauan Riau masuk dalam wilayah teritorialnya. Indonesia menolak argumen Cina dan menegaskan bahwa Kepulauan Natuna adalah milik Indonesia sesuai keputusan United Nation Convention of the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 atau Hukum Laut Internasional yang disahkan PBB 1982.

Selain Indonesia, Cina juga bersengketa dengan Vietnam, Filipina, Malaysia, Taiwan, dan Brunei di wilayah perairan tersebut. Masuknya Kepulauan Paracel dalam wilayah Nine Dash Line membuat Cina berseteru dengan Taiwan dan Vietnam. Sedangkan di Kepulauan Spartly, Cina berselisih dengan Taiwan, Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei Darussalam. (AS)

Related Posts

1 of 3,050