NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Presdir PT MNC Hary Tanoesoedibyo (HT) mempertanyakan kelayakan untuk melanjutkan kasus isi pesan singkat yang pernah dikirimkannya kepada Kepala Subdirektorat Penyidik Tindak Pidana Korupsi Kejaksaan Agung, Yulianto. Pada 28 Januari 2016 lalu, Yulianto lantas melaporkan HT ke Bareskrim Polri dengan tuduhan telah mengirim informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 UU Nomor 11/2008 tentang ITE.
Kemudian Senin (12/6), HT diperiksa oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim sebagai saksi dalam kasus yang dilaporkan Jaksa Yulianto.
HT berang. Ia menyangsikan kelayakan kasus ini ditindaklanjuti. Seharusnya, kata dia, tidak layak diteruskan karena tidak ada barang bukti. HT bersikeras dirinya tidak pernah melihat ponsel Yulianto dan selama ini hanya ditunjukkan foto copy SMS dan Whatsapp. Lagi pula, pada pertengahan 2016 HT mengaku sudah ganti IPhone.
“Terkesan dipaksakan karena kasus ini sudah lama diam namun setelah Pilgub DKI diangkat kembali,” kata HT lewat pesan yang diterima redaksi, Jakarta, Selasa (13/6/2017).
Dijelaskannnya, substansi SMS dan Whatsapp itu tidak ada maksud mengancam karena memang tidak punya kapasitas untuk melakukan hal tersebut.
“SMS tanggal 5 Januari 2016 dan WA tanggal 7 Jan 2016 adalah satu rangkaian yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain, hanya penyampaian WA tanggal 7 Januari 2016 lebih halus lagi. Di situ disebutkan kalimat ‘memberantas oknum-oknum’ penegak hukum yang semena-mena dan seterusnya, yang tujuannya bersifat jamak/umum, bukan ditujukan kepada seseorang atau tertentu. Keputusan Panja Komisi III, DPR RI tanggal 17 Maret 2016 menyimpulkan kasus SMS dan WA bukan ancaman,” jelasnya.
“Latar belakang pengiriman SMS dan WA menegaskan suatu hal yang ironis di mana saya dengan segala pengorbanannya terjun kedunia politik tapi disangkut-pautkan dengan kasus M8, yang mana juga saya yakini bukan suatu kasus dan tidak ada kaitannya dengan saya. Ternyata keyakinan benar adanya dengan adanya putusan pra peradilan tanggal 29 November 2016 yang meminta Kejaksaan Agung menghentikan penyidikan kasus M8,” pungkasnya. (ed)
Editor: Eriec Dieda