Kolom

Hari Radio Nasional, Hari Mendengar Masyarakat Indonesia

Kantor RRI Daerah/Foto Istimewa
Kantor RRI Daerah/Foto Istimewa

NUSANTARANEWS.CO – Pada tanggal 11 September 1945, Radio yang dioperasikan untuk kepentingan rakyat Indonesia dioperasikan. Kini usianya sudah genap 71 tahun. Radio terus mengudara, bersama zaman yang bergerak. Radio sebagai media informasi untuk didengar, juga ikut melaju ke masa depan dengan sekian inovasi yang dilakukan.

Radio bagi masyarakat pra era gadget atau smartphone adalah teman yang menyenangkan dan mencerdaskan. Bersama radio, mereka menghibur diri dengan lagu-lagu baru tanah air maupun mancanegara. Dengan radio, mereka tahu bahwa negara sedang dilanda persoalan yakni maraknya korupsi, misalnya. Dan dengan radio pula, mereka menambah teman dengan ikut program yang diadakan radio yang setia didengarkannya.

Radio secara materi, barangkali telah menjadi artefak bagi setiap orang yang telah memnggunakan radio lewat aplikasi handphone. Tetapi, bagi orang-orang kelahiran sebelum tahun 90-an, radio mungkin menjadi kebutuhan selain menonton tv. Itu masih terjadi baik di kota maupun di desa-desa.

Hari Radio Nasional sampai sekarang masih banyak yang belum mengetahuinya. Satu hal yang menarik, 11 September merupakan hari lahir Radio Republik Indonesia (RRI) yang sekaligus dijadikan sebagai Hari Radio Nasional. Peringatan Hari Radio Nasional, sampai saat ini masih dilakukan oleh beberapa kalanga saja.

Baca Juga:  Transisi Tarian Dero Menjadi Budaya Pop

Artinya belum dilakukan secara serentak. Padahal, seandainya tidak ada radio yang menyiarkan bahwa, Indonesia telah dinyatakan merdeka oleh Soekarno dan Hatta waktu itu, mungkin bangsa Indonesia di berbagai daerah, akan lebih lambat lagi mengetahui bahwa tanahnya telah terbebas dari penjajahan fisik.

Selain itu, keberadaan RRI tidak bisa dipisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), karena  melalui corong mikrophone RRI, maka  perjuangan para pahlawan dan pendiri bangsa bisa disiarkan ke seluruh tanah air dan luar negeri.

Sejarah mencatat bahwa, pada tanggal 17 Agustus 1945 dibacakan Proklamasi oleh Soekarno-Hatta, dan pukul 19.00 WIB dibacakan kembali oleh Yusuf Ronodipuro, setelah naskah itu dikirimkan oleh Sudarmadji, dari Lembaga Kantor Berita Nasional Antara (saat itu diberi nama Kantor Berita Domei oleh Jepang) atas penugasan Pemimpin Umum ANTARA, Adam Malik.

Waktu itu, sang pembaca berita yakni Jusuf tidak diperkenankan keluar dari kantor radio Jepang. Karenanya, Sudarmaji mengirim naskah proklamasi itu melalui pintu belakang, karena di pintu depan dijaga serdadu Tentara Jepang. Selanjutnya, setelah Jusuf dan teman-temannya berunding, dengan semangat dan berani membacakan dan menyiarkan kembali pidato Bung Karno secara luas.

Baca Juga:  Mengulik Peran Kreator Konten Budaya Pop Pada Pilkada Serentak 2024

Sejarah juga mencatat perjalanan RRI mengudara dengan slogan “Sekali diudara, tetap diudara” karya Jusuf Ronodipuro. RRI sendiri mengalami empat fase. Pertama, pada masa perjuangan RRI sebagai alat perjuangan bangsa untuk mencapai kemerdekaan; kedua sebagai alat propaganda Bung Karno untuk mempertahankan kemerdekaan yang mengumandangkan semangat dan nasionalisme; ketiga sebagai media pembangunan selama masa Presiden Soeharto.

Sementara itu, Pada fase keempat RRI memasuki masa demokratisasi dalam era globalisasi dan konvergensi media, dengan lahirnya Undang-Undang No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, dimana RRI menjadi Lembaga Penyiaran Publik.

RRI sebagai LPP selama ini dinilai telah dan terus berperan mencerdaskan, mencerahkan dan memberdayakan masyarakat; sebagai alat pemersatu bangsa/perekat sosial; pembawa identitas nasional; penjaga kedaulatan bangsa; ketahanan, keadilan dan keseimbangan informasi; ketahanan budaya/benteng budaya bangsa; pembangun karakter/nation karacter building; menjaga pluralisme Indonesia; dan sebagai alat deplomasi negara/state diplomacy.

Mengisi hari radio nasional kini, adalah turut memberikan penyadaran terhadap masyarakat pentingnya menerima informasi, memahami informasi, dan mampu menilai isi informasi. Hai itu bisa dilakukan dengan melakukan komunikasi aktif dengan radio-radio setempat, jika informasi itu penting untuk dikomunikasikan.

Baca Juga:  Kontrakdiksi Politisasi Birokrasi dan “Good Governance”

Disamping itu, peringatan hari radio nasional, juga bisa jadikan momentum sebagai hari mendengar masyarakat. Artinya, bagaimana pada hari ini kita semua bisa kembali belajar bersama dengan cara mendengar yang baik. Memupuk diri, membangun karakter, dengan mendengar yang baik dan cerdas. (Sulaiman)

Related Posts