NUSANTARANEWS.CO, Surabaya – Terungkapnya sejumlah kantor perwakilan dagang (KPD) milik pemerintah provinsi Jawa Timur dalam kondisi tidak layak namun menghabiskan anggaran negara, diseriusi Komisi B DPRD Jatim. Usai melakukan rapat terbatas dengan jajaran Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Timur, Komisi B mengambil sikap tegas agar anggaran tidak lagi boros.
“Kami minta Kantor Perwakilan Dagang di 20 Provinsi agar segera di evaluasi dan ditutup semuanya,” tegas Amar Saifudin, Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim, Rabu (7/9).
Penegasan ini dikeluarkan Komisi B setelah mengetahui fakta-fakta yang tidak sesuai antara anggaran dengan kondisi KPD. Misalnya KPD di Bali, menyewa ruko namun di bawahnya dijadikan warung kopi. Kemudian di Palembang Sumsel kantor KPD tidak ada aktifitgas dan mirip bengkel.
“Dan ternyata setiap tahun anggaran untuk mensupport KPD tersebut nilainya mencapai 3,35 miliar rupiah,” ungkap politisi PAN ini.
Menurut keterangan dari Disperindag, dari 26 KPD yang dimiliki Pemprov Jatim. Tahun 2022 ini sudah ditutup 6 KPD. Antara lain KPD di Sumatera Barat, Aceh, Gorontalo, Bengkulu, Sulawesi Tengah dan Riau. Sehingga tersisa 20 OPD saja yang katanya masih aktif. “Tapi laporan yang kami terima, mayoritas KPD tidak layak fungsi. Sehingga tidak perlu dianggarkan. Lebih baik semua KPD ditutup dan dialihkan transaksi secara online saja,” urai mantan Wakil Bupati Lamongan ini.
Pria asal Lamongan ini melihat adanya pemborosan anggaran untuk KPD dan tidak semua KPD ini beroperasi. Ironisnya, tetap saja dianggarkan setiap tahunnya. Hal ini menjadi janggal karena menurut laporan dari Disperindag, dari total belanja KPD (Rp 3,35 Miliar) sebanyak 45% untuk sewa bangunan dan selebihnya untuk biaya Honor petugas pelaksana. “Tapi kantornya mayoritas hanya ruangan kosong tanpa aktivitas,” sebutnya.
Amar mengusulkan anggaran KPD itu segera dialihkan untuk program bermanfaat lainnya. Misalnya untuk membantu sertifikasi halal produk UMKM Jatim. Karena untuk sertifikasi halal ini perlu biaya sekitar 3 juta setiap satu produk. “Kalau 3 miliar lebih itu dipakai untuk membantu sertifikasi halal produk, tentunya bisa membantu 1000 UMKM dan ini jelas lebih bermanfaat,” terangnya.
Selain Anggaran KPD, Komisi B juga menyoal kegiatan Misi Dagang yang dilakukan di luar provinsi. Amar menyebut Misi Dagang ini juga program pemborosan uang rakyat. Bagaimana tidak, pada tahun 2022 ini Kegiatan Misi Dagang dianggarkan Rp 6,7 miliar dan hingga September 2022 ini sudah terserap Rp 4 miliar lebih.
“Misi dagang juga tidak efektif, karena hanya kegiatan seremonial yang menghabiskan anggaran. setelah kami cek ternyata transaksi-transaksi di misi dagang itu hanya catatan di atas kertas saja, tapi realisasinya jauh dari yang diberitakan,” ungkap Amar. “Lebih baik anggaran misi dagang sebesar itu dialihkan untuk bantuan permodalan usaha-usaha kecil dan menengah agar ekonomi masyarakat Jatim segera pulih dari pandemi,” pungkasnya. (setya)