Gunakan Merek dan Ikon Nyonya Meneer, Ahabe Group Digugat

Gunakan Merek dan Ikon Nyonya Meneer, Ahabe Group Digugat
Minyak telon. (Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, Yogyakarta – Penggunaan merek dan logo Nyonya Meneer oleh PT Bhumi Empon Mustiko (BEM) menimbulkan masalah serius. Penyebabnya, Presiden Direktur PT Perindustrian Njonja Meneer, Charles Saerang mengaku tidak terima dan mengancam akan melakukan somasi terkait penggunaan merek dan ikon Nyonya Meneer oleh BEM yang dinilai ilegal. Secara hukum pihaknya juga pemegang hak cipta atas merek dan ikon tersebut.

Kasus ini menjadi perhatian serius berbagai pihak. Salah satunya Aliansi Mahasiswa Anti Kartel (AMAK). Ketua AMAK, Daeng Asran mengatakan PT BEM telah melakukan ulah blunder lantaran memasarkan sejumlah produkmerek Nyonya Meneer lengkap dengan logo perempuan berkebaya peranakan yang ikonik itu. Produk-produk itu bahkan telah dilengkapi izin dari BPOM.

“Pertanyaan soal siapa pihak yang berhak memakai merek Nyonya Meneer masih belum jelas secara hukum. Akan tetapi BEM mengabaikan fakta tersebut dengan memasarkan produk minyak telon memakai merk Nyonya Meneer. Ini tindakan ilegal dan jelas melanggar hukum, kemudian merugikan masyarakat sebagai konsumen,” ujar Asran dalam keterangan tertulis, Selasa (28/4/2020).

Berarti, kata Asran, telah terjadi penipuan pada masyarakat berkedok brand Nyonya Meneer oleh BEM. Seperti yang diketahui, PT Njonja Meneer (asli keturunan Nyonya Meneer) dinyatakan pailit sejak 2017. Karenanya sudah tidak dijumpai di pasaran produk jamu dengan brand Nyonya Meneer.Namun, kisruh kepemilikan rupanya belum selesai.

“Kehebohan pun terjadi di masyarakat, ada yang percaya, ragu, bahkan tidak percaya dengan beredarnya produk yang meniru dengan sengaja logo khas Nyonya Meneer yang asli. Sudah banyak masyarakat yang menguji otentisitas produk  tersebut, apakah benar-benar sesuai dengan aslinya atau tidak,” ungkap Asran.

“Hasilnya tentu sudah bisa ditebak, masyarakat sangat kecewa dan merasa ditipu karena aroma, mutu dan khasiat dari minyak telon Nyonya Meneer yang beredar di pasaran tidak ada kemiripan dengan yang asli, kecuali kemasan dan logo yang ditiru tersebut,” lanjut dia.

Sementar itu, Pakar Hukum Kesehatan Hasrul Buamona menyampaikan bahwa jamu atau obat tradisional tidak bias disamakan dengan obat kimia yang diproduksi oleh korporasi besar, baik lokal atau asing.

“Jamu atau obat tradisional memiliki nilai historis, religiusitas dan budaya yang esensinya telah ada sebelum Negara Indonesia ada. Dalam konteks sosiologis hukum inilah yang membuat jamu secara hukum pengaturannya tidak bisa disamakan dengan obat kimia,” jelasnya.

“Jamu dan obat tradisional harus dikelola oleh kelompok masyarakat atau ahli waris jamu tersebut, hal tersebut bertujuan tidak hanya menjaga kualitas produk jamu, namun lebih dari itu menjaga warisan nenek moyang bangsa kita. Dikarenakan apabila jamu dan obat tradisonal dikelola oleh orang atau badan hokum yang tidak memiliki ahli. Maka berpotensi merugikan kesehatan konsumen di Indonesia,” ujar Buamona.

AMAK sendiri meyakini situasi darurat Covid-19 telah dimanfaatkan oleh BEM untuk terus melakukan manuver demi meraup keuntungan sepihak yang menggadaikan kesehatan dan keselamatan masyarakat, khususnya konsumen.

“Secara tidak bertanggungjawab menggunakan nama besar Nyonya Meneer untuk mengelabui masyarakat demi keuntungan pribadi dan kelompoknya,” katanya.

“Sekali lagi kami mengajak masyarakat Indonesia untuk lebih hati-hati, jangan sampai tertipu, dan bijak dalam menyikapi kekisruhan atas merk dagang Nyonya Meneer baru yang sudah beredar di pasaran,” sambung Asran.

“Kami menuntut kepada BEM untuk tidak menjual produk dengan merk tersebut, sampai adanya putusan pengadilan terkait pemilik tunggal yang sah atas merk Nyonya Meneer. Juga menuntut kepada BEM untuk menarik produk dari pasaran karena masih bermasalah. Jika ini diabaikan, maka pemerintah melalui pihak terkait agar turun tangan melakukan penertiban atas produk yang terlanjur diedarkan,” tegasnya.

Pihaknya menyayangkan kini keberadaan brand Nyonya Meneer dikuasai oleh investor asing otomotif asal Jepang. Menurutnya, brand tersebut membuka ruang penipuan bagi masyarakat luas karena dari segi kemasan dan tampilan produk tersebut ada kesamaan dengan produk Nyonya Meneer asli.

“Kami mengajak masyarakat untuk jeli melihat persoalan ini. Klaim sepihak Perwakilan BEM Seno Budiono di media, hanyalah sebagai pemilik merk, akan tetapi belum ada pernyataan dan penjelasan dia terkait resep dan ramuan asli nyonya meneer. Artinya BEM tidak punya itu, karena hal tersebut hanya dimiliki oleh Charles Saerang selaku cucu dalam Nyonya Meneer,” jelas Asran.

Ditegaskan, sumber masalahnya adalah perusahaan otomotif asing asal Jepang yang mengklaim kepemilikan atas merk dagang Nyonya Meneer melalui corongnya yaitu BEM. Kemudian memasarkan produknya, tanpa diserta jaminan aroma, mutu, dan khasiat dari Nyonya Meneer asli.

“Kami kuatir terlibatnya perusahaan asing dalam industri jamu hanya akan merusak jamu sebagai warisan budaya nusantara,” sebutnya.

Berdasarkan penjelasan di atas, AMAK mengangkat isu penipuan  pada konsumen dan semangat nasionalisme. Adalah tanggung jawab moral bagi setiap bangsa Indonesia untuk senantiasa menjaga, melindungi dan memelihara serta memanfaatkan warisan kekayaan alam dan budaya nusantara, yang dalam hal ini produk jamu Nyonya Meneer yang telah berdiri selama lebih dari 100 tahun.

“Jangan sampai kita dijajah oleh bangsa lain di tanah air tercinta. Di sisi lain, kita harus tumbuhkan kemampuan dan kemandirian dalam berbisnis demi tegaknya kedaulatan dan harga diri kita sebagai bangsa,” tegas Asran.

Hal ini, lanjut Asran, dapat dipahami karena Seno Budiono merepresentasikan perusahaan asing asal Jepang yang sengaja dipasang agar klaim sepihak itu terlihat nyata.

“Mari kita kupas tuntas sosok yang berdiri di belakang Seno Budiono.
Simon Harto Budi seperti diketahui merupakan salah satu sosok penting di Ahabe Group. Dia merupakan Komisaris Utama di PT Bintraco Dharma, Direktur Utama di PT New Ratna Motor, Direktur Utama PT Nasmoso, Direktur PT Semarang Diamond Citra, dan Direktur PT Ahabe Niaga Selaras,” terangnya.

Dia menambahkan, perusahaan terakhir merupakan pemegang saham mayoritas di BEM. BEM adalah perusahaan partnership keturunan Nyonya Meneer dengan PT Ahabe Niaga Selaras yang merupakan anak perusahan dari Ahabe Group yang disebutnya berusaha merangsek masuk ke industri jamu.

“Sama sekali tidak ada kaitannya antara otomotif dengan jamu, kecuali adanya kepentingan yang sedang dimainkan. Sosok lain yang menjabat di perusahaan tersebut yakni Komisaris Alesandro King Budiono, Direktur Utama Hidayat Seno Budiono dan Marco Long Budiono,” pungkasnya. (eda)

Exit mobile version