Politik

FRAKSI Ingatkan Polisi Bukan Politisi

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Dilema Polri dalam konstelasi politik kekinian adalah menjaga netralitas organisasi dan anggotanya selaku alat negara penegak hukum, pemelihara kamtibmas, dan pelayan masyarakat. Netralitas polri akan ternodai manakala munculnya elite kepolisian aktif terseret dalam kancah politik praktis dengan membangun relasi untuk mencapai kepentingan elit politik tertentu.

Sekretaris Jenderal Front Gerakan Aktivis Indonesia (FRAKSI) Andi Awal Mangantarang menjelaskan bahwa dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 28 Ayat (1) sudah jelas peran polisi. Dimana Polri harus bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak boleh melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.

“Praktik adanya dugaan keterlibatan elite polisi yang melanggar pasal ini belum pernah dilakukan pengusutan secara tuntas dan diberikan sanksi yang sesuai,” kata Andi, Jum’at (24/2/2017).

Merut dia, titik rawan netralitas polisi itu terletak pada fungsi kepolisian yang dinyatakan pada Pasal 2 UU No 2/2002 sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemelihara keamanan dan ketertiban, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, serta pelayanan kepada masyarakat. “Perumusan fungsi kepolisian ini bisa membawa ke arah penggiringan organ kepolisian menjadi agent of political stabilisation pemerintah karena posisinya di lingkungan eksekutif sehingga netralitas dalam tugasnya terganggu,” sambung dia.

Baca Juga:  Mengulik Peran Kreator Konten Budaya Pop Pada Pilkada Serentak 2024

Di negara-negara demokrasi, fungsi kepolisian adalah penegak hukum dan netralitas dalam menjalankan tugas menjadi tumpuan utama. “Ditetapkannya posisi Polri di bawah Presiden pada Pasal 8 (1) dalam UU No 2/2002 tanpa pengikat (sanksi) yang jelas, jika organ polisi digunakan sebagai alat kepentingan politik Presiden juga dapat mengganggu netralitasnya dalam menjalankan tugas,” ujar dia.

Demikian pula dengan ketentuan Pasal 11 (1) yang mengatur pengangkatan dan pemberhentian Kapolri lewat persetujuan DPR, bisa menjadi peluang politisasi polisi. Ini juga bisa merangsang elite polisi jauh-jauh hari mendekati elit politik tertentu untuk memuluskan kariernya. “Efek sampingnya adalah timbulnya politik balas budi,” tegasnya.

Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 452