NUSANTARANEWS.CO – DPR RI siap mempercepat proses pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Redenominasi Rupiah. Penyederhanaan mata uang Rupiah ini diyakini sebagai salah satu langkah positif menopang penguatan ekonomi dan keuangan bangsa saat ini.
Namun demikian, Anggota Komisi XI DPR RI Said Abdullah, berharap agar pembahasan RUU redenominasi ini dilakukan secara komprehensif dengan melibatkan seluruh stakeholders. Hal ini penting agar tidak menimbulkan kepanikan di masyarakat saat mengimplementasikan penyederhanaan mata uang nantinya.
“Pembahasannya harus hati-hati. Jangan sampai menimbulkan kegaduhan karena masyarakat kaget dan trauma akibat asumsi yang bukan-bukan soal redenominasi,” ungkap Said Abdullah kepada wartawan di Jakarta, Senin (19/12/16).
Politisi dari PDIP itu meyakini, implementasi redenominasi Rupiah ini akan lebih mudah. Apalagi, saat ini Bank Indonesia (BI) sudah banyak melakukan Bilateral Currency Swap Arrangement (BCSA-perjanjian kerja sama bilateral) dengan berbagai negara.
Beberapa negara yang telah melakukan kesepakatan BCSA dengan BI antara lain Bank Sentral China, Korea Selatan, dan Jepang. Hal ini dilakukan untuk menghadapi ketidakpastian kondisi perekonomian saat ini.
“Saya mengapresiasi langkah Gubernur BI (Agus Martowardoyo). DPR, khususnya Komisi XI DPR siap mempercepat proses penyelesaian pembahasan RUU tersebut,” ujar Said.
Menurut Said, redenominasi penting dilakukan, mengingat nilai tukar rupiah rentan berfluktuatif. Penurunan itu dikarenakan depresiasi (penurunan secara natural) maupun devaluasi (penurunan akibat kebijakan).
Selain itu, lanjut Said, jelasnya nilai tukar Rupiah juga dianggap tidak kompetitif dibandingkan dengan mata uang negara-negara lain. Kondisi itu menyebabkan Rupiah mudah dikalahkan oleh kekuatan mata uang negara lain.
Bahkan, Said menyebutkan, Rupiah kerap kali dimanfaatkan oleh para spekulan untuk melaksanakan transaksi Carry Trade (strategi perdagangan dengan memanfaatkan adanya bunga premium). “Untuk itu, saya kira, penyederhanaan mata uang Rupiah ini penting,” katanya.
Meski demikian, Said mengaku, penyederhanaan mata uang ini tidak selamanya bisa berjalan mulus. Negara yang berhasil melakukan redenominasi adalah seperti Turki, Rumania, Polandia, dan Ukraina. Sedangkan negara yang gagal dalam melakukan redenominasi adalah seperti Rusia, Argentina, Brazil, Zimbabwe.
Karena itu, perlu pengkajian yang komprehensif terkait redenominasi mata rupiah ini. “Hal ini penting agar penyederhanaan mata uang ini tidak menganggu perekonomian nasional,” ujar Said menjelaskan.
Sebelumnya, Gubernur BI Agus Martowardojo, meminta dukungan pada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk penyelesaian RUU redenominasi Rupiah. Dengan adanya RUU tersebut maka jumlah digit pada uang rupiah akan berkurang.
“Kami juga ingin usulkan kepada Presiden, mohon mendukung proses penyelesaian RUU redominasi rupiah,” ujarnya dalam peluncuran uang baru di Gedung BI, Jakarta, Senin (19/12/16).
Dengan adanya redenominasi maka akan membuat Rupiah menjadi sederhana dan efisien. Selain itu, redenominasi juga akan diikuti oleh harga barang dan jasa sehingga tak mengurangi daya beli masyarakat.
“Dengan adanya RUU tersebut akan dilakukan penyederhanaan jumlah digit redenominasi Rupiah serta diikuti penyesuaian harga barang dan jasa,” kata Agus. (Deni)