Ditentang, Penghapusan Status Persero Tiga Aset Negara Tetap Lanjut

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno/Foto Andika/Nusantaranews

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno. (Foto Andika/Nusantaranews)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Janji pemerintah melalui Menteri BUMN untuk melakukan holdingisasi pertambangan tampaknya tak main-main. Hal ini ditandai dengan rencana penghapusan status persero menjadi non persero pada tiga BUMN pertambangan.

Ketiga perusahaan tambang berplat merah milik negara ini antara lain PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, PT Bukit Asam (Persero) Tbk, dan PT Timah (Persero) Tbk. Penghapusan status persero ini sedianya akan dibahas pada Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Rabu, 29 November 2017 mendatang.

Sebelumnya Menteri BUMN, Rini Soemarno, 22 September 2017 lalu menegaskan bahwa kebijakan holding BUMN tambang dan migas dipastikan selesai akhir tahun 2017 ini. “Kalau untuk yang holding tambang terselesaikan tahun ini dan saya yakin ini bisa terjadi,” kata Rini Soemarno, di JCC, Senayan, Jakarta Selatan.

Anggota Komisi XI DPR, Hendrawan Supratikno angkat bicara terkait ngototnya Menteri BUMN Rini Soemarno membentuk holding BUMN Pertambangan. Menurut politisi PDIP ini, rencana RUPS Luar Biasa untuk menghapus status perseroan tiga BUMN sektor tambang berplat merah dianggap melemahkan pengawasan DPR, sehingga negara bebas jual aset negara tanpa melalui persetujuan DPR.

“Soal holding yang menggunakan dasar PP 72 Tahun 2016 tetap dikritisi oleh teman-teman komisi VI, dan kami sebagai fraksi terus mencermati karena ada potensi pengawasan DPR bisa ternihilisasi (dihilangkan),” kata Hendrawan kepada wartawan di Kompleks DPR, Jakarta, Senin (20/11/2017).

Baca Juga:
Pemerintah Akan Swastanisasikan Sektor Pertambangan
Analis: Menteri Rini Sukses Bikin 24 BUMN Merugi

Sekalipun mendapat pertentangan karena dianggap sebagai modus menjual aset negara, Rini Soemarno tetap bergeming pada pendiriannya. Pemerintah menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 tahun 2016 sebagai landasan dalam menghapus status Persero pada PT Antam, Bukit Asam dan Timah. Hal itu juga berdasarkan ditolaknya judicial review PP tersebut oleh Mahkamah Agung.

“Kita sudah dapatkan hukum yang jelas. Waktu itu sudah diminta Judical Riview dari MA dan sudah ditolak. Itu menandakan PP itu sudah dapat dijalankan sehingga tidak ada cacat hukumnya, karena PP itu pada dasarnya keputusan Presiden,” ujar Rini.

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio mengungkapkan, perubahan status tiga BUMN dari Persero menjadi Non-Persero merupakan upaya swastanisasi pemerintah terhadap perusahaan milik Negara.

“Apa ini upaya oknum negara bisa bebas jual saham tanpa izin DPR? Saya sudah berupaya mencegahnya dengan mengajukan judicial review ke MA bersama Pak Mahfud MD, tapi kalah,” kata dia, Rabu (14/11/2017).

Padahal, Agus bilang implementasi rencana holding BUMN sendiri bertentangan dengan Undang-Undang (UU) No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN, UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Agus dengan tegas mengatakan dirinya menolak keras BUMN diswastakan. Menurut dia, kejadian ini akan mengulang kasus Indosat di jual ke asing. Terlebih ketika PT Indonesia Asahan Aluminium/Inalum (Persero) akan ditunjuk sebagai induk usaha tiga perusahaan tambang plat merah tadi.

“Saya tidak setuju BUMN diswastakan apalagi yang Tbk. Itu sama saja menjual model Indosat dengan format beda,” ujar Agus.

Dia pun mengingatkan agar DPR segera bereaksi terhadap rencana yang dianggapnya akan berujung pada hilangnya campur tangan DPR ketika ada aset negara yang dijual.

“Bahwa penjualan atau holding atau privatisasi BUMN ujung-ujungnya supaya penjualan aset tidak perlu atas pesetujuan DPR. Ketua Komisi VI harus tegas. Jangan sampai manggut-manggut kena lobi,” tutup Agus.

Sementara itu, Analis politik dan Kebangsaan Hadi Rakhmad menilai Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan hingga semester I-2017 Rini sukses membuat sedikitnya 24 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merugi. Meski demikian, ia tak habis pikir, kenapa posisi Rini sebagai menteri tampak tak dikoreksi oleh Presiden Joko Widodo? (*)

Editor: Romandhon

Exit mobile version