Di Kota ini Orangorang Terlampau Mudah Menjadi Penyair – Puisi Himas Nur

Artwork by Seema Kohli/Foto: Dok. scroll.in

Artwork by Seema Kohli/Foto: Dok. scroll.in

SERUPA SAJAK YANG BEGITU LUGU MENAMAI SENJA, AKU MERINDUIMU

Aku merindui cerita dan bau tubuhmu, nang. Selengkap aku merindui waktu yang selalu datang lebih dulu. Kita yang begitu asik pada serenada. Menyerahkan segala pada semesta. Meski entah telah dengan setia menjemput asa. Nyatanya, tetap juga kita layangkan rasa.

Lengkung sabit di guratmu itu nang, mengingatkanku pada jingga yang setia menanti senja. Kita begitu lugu. Ketika napas menyisakan helanya di mesin mesin pencari. Maka lengkap sudah kita menjadi penjala. Bertukar seluka dan sesuka antara.

Aku merindui cerita dan bau tubuhmu, nang. Tepat ketika selasar berujung pada angka 98. Ranjang ini seketika jadi piatu. Malam pekat menggenang di beranda. Dan aku tak melihatmu, nang. Segalanya terbias merah. Gelap.

Nang, kurindui kau pada tiap detak sukma ini. Pada rahwana dan sinta yang sempat kau kisahkan padaku. Pada tanah ini, negeri yang telah mengenalkanku padamu. Yang telah dengan rela merekam jejak jantung kita. Yang telah mengembalikanku pada muasal segala.

Selamanya aku tak akan pernah paham, nang. Jejalan ini memang menjaring anakanak rencana. Namun kita menuju muara yang sama. Bukankah itu satu.

Katanya, ini reformasi. Dan segalanya akan jadi lebih baik setelah ini.

Entahlah nang. Hingga sia yang kunapasi kini, segalanya berumah pada mengapa. Untuk kesekian kalinya, aku tak peduli. Sebab bahagia kita yang tentukan.

Cukup satu yang perlu akukau pahami. Selalu akan kurindui cerita dan bau tubuhmu itu. Selalu, nang. Selalu.

 

DI KOTA INI ORANGORANG TERLAMPAU MUDAH MENJADI PENYAIR

duh,
janganlah kau terkena penyakit gumunan begitu, sayang
jangan kerna matamu dibikinkan puisi, kau lantas merasa menemu surga
tengoklah,
di kota ini orangorang terlampau mudah menjadi penyair
cukup dengan mencipta puisi pedesaan, perkotaan, atau genre puisi nyeleneh lainnya sembari sesekali sumbang muka dan baca puisi pada pameran kesenian disanasini
cukup dengan pamer buku dan comot namanama besar sebagai penghias tulisan sembari sesekali menyoal isu minor yang tengah menjadi viral
ya ya begitulah. bila beruntung, julukan aktivis akan sama mudahnya tuk diperoleh
jadi,
jangan kau terkena penyakit gumunan begitu, sayang
jangan kerna matamu dibikinkan puisi, kau lantas merasa menemu surga
lihatlah,
di kota ini orangorang terlampau mudah menjadi penyair
cukup dengan menulis puisi bernada peduli dan mengatasnama kemanusiaan, maka panggung penuh sorot lampu menjelma keniscayaan
sayang, tak ada yang pernah benarbenar bisa merasai empati kalau tak pernah benarbenar mengalami sendiri
bila antara tulisan dan perbuatan tak sejalan, maka segala tak lebih dari omongkosong-
laiknya hubungan kita. aih,
hingga berapa purnama lagi mesti kunanti kedalaman matamu?
ya ya begitulah. ini bukan film, sayang. jujurlah. berbekal katakata, cinta tak pernah sejati menjadi
maka,
janganlah kau terkena penyakit gumunan begitu, sayang
jangan kerna matamu dibikinkan puisi, kau lantas merasa menemu surga
sadarilah,
di kota ini orangorang terlampau mudah menjadi penyair
oh bukan… tentu bukan. aku tak sedang membicarakan lelakimu,
yang penyair itu
tentu saja. aku tak bisa seromantis lelakimu, yang penyair itu, bilamana olehnya, matamu yang candu mampu beralih menjadi puisi syahdu,
aku selalu jatuh cinta pada matamu. mata yang menggenggam malam. mata yang merupa kekunang.
ya ya begitulah. sungguh dahsyat puisi lelakimu, yang penyair itu. dan aku yang tak kuasa mengingkari itu
duh,
namun bila kau kira tulisan ini lahir kerna pedihku sebab kau jatuh pada lelakimu, yang penyair itu, aku bisa apa
masihkah paham belum kau temui juga
kala aku menulis A maka aku sedang berbicara A’
kala aku menulis A’ maka aku tak sedang berbicara A’

begitulah enigma bekerja, sayang. belum cukupkah bukubuku itu untuk menjadikanmu Alan Turing,
barang sejenak saja?

Baca Juga:

Simak di sini: Puisi Indonesia

 

Himas Nur, menulis puisi, esai, skenario film pendek, caption instagram dan tugas akhir. Bianglala, Komidi Putar, dan Negeri Dongeng ialah antologi puisi tunggal perdananya.

__________________________________

Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resinsi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: redaksi@nusantaranews.co atau selendang14@gmail.com.

Exit mobile version