NUSANTARANEWS.CO – Baru-baru ini Polda Jawa Timur (Jatim) tengah gencar melakukan rencana pengumpulan data terhadap para ulama (kiyai), pondok pesantren dan juga santri di berbagai daerah.
Merespon hal tersebut, Ketua Umum PP GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas menilai rencana mencari data-data para ulama dan pondok pesantren ini bisa memicu kecurigaan luas di masyarakat.
“Saya pikir itu berlebihan dan bisa menimbulkan kecurigaan, polisi sedang ingin memainkan skenario tertentu,” kata Gus Yaqut sapaan akrabnya saat dihubungi Nusantaranews, Sabtu (4/2/2017).
Menurut Yaqut, jika memang polisi ingin memperoleh informasi lengkap para kiyai, mestinya polisi cukup menghubungi Nahdlatul Ulama (NU) selaku induk organisasi keagamaan terbesar di Indonesia.
“Kalau mau informasi lengkap tentang kiyai, kan cukup berhubungan yang baik dengan NU misalnya. Karena di NU semua kiyai-kiyai tersebut berkumpul,” terangnya.
Dalam konteks ini rencana pendataan para kiyai, ulama, santri dan pondok pesantren di Jawa Timur oleh Polda Jatim sesungguhnya tidak sesuai dengan kapasitas tugas polisi, mengingat polisi tugasnya hanyalah menertibkan dan menjaga keamanan.
Sementara itu, menurut pengakuan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Farros, Tebuireng, Jombang, KH. Mohammad Irfan Yusuf menjelaskan pendataan dengan disediakan sebuah blangko berbentuk angket berisi data ponpes, jumlah santri, tahun berdiri, identitas tamu, serta data pribadi pengasuh.
Cucu pendiri NU, KH Hasyim Asyari ini mengaku janggal. Pasalnya selama 30 tahun, dirinya mengelola pesantren tidak pernah ada pendataan demikian. Dirinya juga sempat mengunggah di media sosial dan menjadi viral.
Ia khawatir akan timbul peristiwa hitam. “Sebab cara pendataan kiyai mirip dengan yang terjadi pada 1965 lalu,” tuturnya. (Adhon)