ArtikelHukumPolitikTerbaru

Burung Nasar Menunggu Kesaktian Setnov Habis

Saya tak yakin Golkar solid, karena isinya burung Nasar. Begitu Setnov nanti terkapar oleh serangan balik KPK, ia bakal dihabisi kayak burung Nasar breakfast.

Sebelumnya nyaris saja. Untungnya kesaktian Setnov sungguh mandraguna. Begitu majelis praperadilan membebaskan Setnov dari sangkaan KPK, Nurdin Halid buru-buru menyebut nama-nama kelompok meeting. Sebelumnya juga begitu, ketika majelis Tipikor menyatakan hanya tiga orang yang menerima uang e-KTP yang berasal dari anggota DPR, Markus Nari, Miryam, dan Akom. Nama Setnov tak ada! Termakan Doli Kurnia dan Yoris Raweyai yang bersuara radikal. Dipecat!

Kali ini pun, burung Nasar kudu hati-hati. Kesaktian Setnov itu bukan isapan jempol. Jika kepepet, Setnov masih punya jurus Jitibeh “Papa Minta Saham Freeport”.

Joeslin Nasution dan Bayu Suseno juga tampak bergerak. Saya adalah lawyernya bersama Bay Lubis, Erman Umar, Yan Juanda, Farhat Abbas untuk melakukan herziening (PK). Joeslin adalah Plt Ketua Umum DPP Golkar yang dibentuk para pendiri Golkar ketika terjadi kekosongan kepemimpinan tahun lalu akibat hasil Kongres Ancol dan Kongres Bali expired. Sekarang hidup lagi. Karenanya saya lihat pernyataan Idrus Markham dan Ical adalah basa-basi burung Nasar.

Baca Juga:  HSN 2024, Cabup Gus Fawait: Sudah Saatnya Santri Tampil Memimpin di Jember

Kalah Karena Tito Menolak

Pada 10 November 2017, KPK menetapkan Setnov jadi tersangka, again. Padahal putusan praperadilan PN Jaksel sebelumnya memutus penetapan tersangkanya Setnov yang terdahulu tidak sah. Yaitu, KPK menggunakan bukti kejahatan terpidana lain menjadi bukti kejahatan Setnov dalam berkas terpisah. Bukan bukti permulaan hasil SPDP (penyelidikan) atas kejahatan Setnov. Melanggar samen lof, azas hukum, ya batal. Tapi setelah itu, KPK menerbitkan sprindik baru menandai dimulainya SPDP, dan kemarin mengumumkan Setnov tersangka.

Ada di amar putusan Hakim Cepi memerintahkan KPK membatalkan penyidikan. Berdasar itu, kuasa hukum Setnov melaporkan Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua Saut Situmorang ke Bareskrim Polri.

Dengan sigap Bareskrim menerbitkan SPDP untuk Agus dan Saut, penandatangan Sprindik Setnov. Tapi upaya menghidupkan Cicak Buaya Jilid 3, gagal. Kapolri Prof Tito Karnavian menolak. “Itu SPDP Agus dan Saut selaku terlapor, bukan tersangka,” komentar Tito. Jadinya kurang seru.

Baca Juga:  Kunjungi Pasar di Sidoarjo, Cagub Risma Janjikan Selesaikan Kesulitan Pedagang

Coba Tito mengiyakan, pasti KPK bubar jalan. Jika komisioner KPK jadi tersangka, mereka harus off dari KPK menurut UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK. Jurus ini telah digunakan untuk meng-off-kan Abraham Samad dan Bambang Widjojanto.

Sebelumnya juga digunakan kepada Antasari Azhar secara korup karena bukti permulaan berupa sms ancaman kepada Nasrudin hingga kini tak ketemu. Orang tak salah dihukum. Belakangan Ketua Penyidiknya Iwan Bule dipolisikan oleh Antasari, berhenti di SP3.

Jika Agus dan Saut off, berhenti sistem kerja kolegial KPK. Bubar kerja KPK. Dan, Setnov lolos. Kesalahan Bareskrim, objek SPDP nya, adalah perkara korupsi yang tengah berjalan. Satu objek hukum. Langsung membentur fatsoen UU KPK: jika terjadi dua peristiwa hukum satu objek hukum korupsi, korupsinya harus didahulukan (acontrarius).

Gugatan Joeslin DKK

Tahun lalu, gugatan Joeslin sudah menang. Sekonyong-konyong pada sidang terakhir di PTUN Jakarta, Ketua Majelis membacakan putusannya: NO. Alasannya, surat Menkumham yang digugat Joeslin sudah dicabut oleh Kemenkumham. Jadi, gugatan kehilangan objek perkara. Tapi saya tak lihat bukti penarikan surat itu dimasukkan ke bukti (T) oleh Majelis hingga akhir.

Baca Juga:  PWRI Sumenep dan KPU Gelar Sosialisasi Pilkada 2024 untuk Kelompok Tani di Desa Lembung Barat

Surat Menkumham itu adalah surat yang menjadi dasar Munaslub Golkar. Jika alasnya batal karena dibatalkan oleh Menkumham, maka posisi hukum kembali ke semula, yaitu kepemimpinan Joeslin.

Saya kira ada deal antara Joeslin dengan Setnov karena Joeslin malah menyatakan tidak banding dan akan meminta fatwa Ketua MA yang menurut saya tak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Ternyata tidak. Ia kini minta gugatan baru dan PK. Ketemu lagi deh kite! Bal-balan dengan kesaktian Setnov. Jitibeh, mati siji mati kabeh.

Oleh: Djoko Edhi Abdurrahman, mantan Anggota Komisi III DPR, Wasek Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama, PBNU

Related Posts

1 of 246