NUSANTARANEWS.CO – Badan Pusat Statistik (BPS) masih optimis inflasi 2017 masih dalam rentang 4 persenplus minus 1 persen. Meski tahun ini diprediksi harga minyak dunia akan naik cukup signifikan dan menyebabkan harga bahan bakar minyak (BBM) bakal ikut terkerek.
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, pihaknya memang menduga inflasi 2017 akan menghadapi tantangan cukup berat dibanding 2016. Dari sisi eksternal, akan ada kenaikan harga komoditas global.
“Dari sisi eksternal ada kenaikan harga komoditas global, salah satunya minyak. Ketika harga minyak naik akan ada penyesuaian harga bensin,” katanya di Gedung Pusat BPS, Jakarta, Rabu (1/2/2017).
Menurut dia, kenaikan harga BBM yang terjadi awal tahun ini telah memberikan sumbangan cukup besar terhadap inflasi nasional. Pada periode Januari 2017, kenaikan harga BBM menyumbangkan inflasi sebesar 0,08 persen dari total inflasi sebesar 0,97 persen.
“Artinya, kenaikan harga bensin sudah menyumbang sekitar 8 persen. Kemudian selain kenaikan harga bensin, tadi juga sudah sebutkan kenaikan adminstrasi STNK dengan andil 0,23 perse.. Berarti sumbangan kenaikan biaya administrasi STNK sebesar 24 persen, paling tinggi,” imbuh dia.
Selain itu, kata Suharyanto, kenaikan tarif dasar listrik (TDL) pada awal tahun ini juga turut menyumbangkan inflasi meskipun tidak terlalu besar. “Jadi untuk 2017 inflasi akan banyak dipengaruhi administred price. Ada kenaikan biaya listrik, STNK, tarif listrik dan rokok. Harus terus diwaspadai,” kata dia.
Meski demikian, Suharyanto menilai bahwa pemerintah dan Bank Indonesia (BI) telah menyusun langkah strategis untuk mengendalikan inflasi 2017. Pemerintah dan BI pun telah menyadari bahwa kenaikan administred price akan meningkatkan inflasi, sehingga harga pangan terus dijaga agar tidak mengerek inflasi.
“Kenaikan suku bunga AS belum terlihat, kita lihat kebijakan apalagi yang akan dikeluarkan presiden AS. Ini baru Januari, agak susah untuk prediksi sampai Desember. Tapi bagaimanapun juga asumsi tetap 4 persen plus minus 1 persen. Kemarin inflasi 2016 sebesar 3,02 persen. Mungkin sekarang akan lebih tinggi, tapi dengan kebijakan pemerintah mudah-mudahan tidak akan bergerak,” ungkap Suharyanto. (Richard)