Inspirasi

BNPB Luncurkan Sistem Informasi Risiko Bencana ‘InaRisk’

NUSANTARANEWS.CO – Guna mengurangi indeks risiko bencana, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) meluncurkan ‘InaRisk’. Sistem ini berupa informasi yang dibangun BNPB guna memberi informasi kondisi risiko bencana di Indonesia.

Sistem yang disiapkan selama 7 tahun dengan melibatkan berbagai kementerian dan lembaga ini diharapkan menjadi alat (tools) mengurangi indeks risiko bencana yakni jumlah korban dan kerusakan akibat bencana.

Sistem ini bisa diakses melalui http://inarisk.bnpb.go.id . Kepala BNPB, Willem Rampangilei, mengatakan, Indonesia memiliki sejumlah sistem seperti InaTESW untuk tsunami dan sejumlah sistem lainnya. BNPBberupa agar InaRisk bisa terintegrasi dengan sistem-sistem peringatan terhadap bencana lainnya. Menurutnya, masih banyak tantangan dan kendala dalam implementasi sistem itu. Sebelumnya banyak masyarakat yang belum waspada (aware) dan peduli dengan informasi yang ada.

“Diharapkan banyak user yang dapat mengakses, memahami, menaati dan merespon cepat atas warning dan informasi yang diterima. Tanpa itu sistem dan informasi ini tidak akan optimal,” katanya di kantor Graha BNPB, Jakarta, Kamis (10/11/2016).

InaRisk diharapkan juga menjadi rujukan dalam pengambilan keputusan dan kebijakan terkait pembangunan misalnya. Ketika diketahui di wilayah yang dituju rawan bencana, tsunami misalnya harus dipertimbangkan rencana pembangunannya.

Willem mengungkapkan, Indonesia tergolong negara yang rawan bencana. Selain dikenal ring of fire terdapat 127 gunung api aktif dari lebih dari 500 gunung api dan Indonesia juga berada tiga lempeng tektonik dengan subduksi panjang.

Kerugian bencana ketika tidak ada bencana besar mencapai Rp 30 triliun pertahun. Bahkan tahun 2015 lalu ketika terjadi kebakaran hutan dan lahan kerugian mencapai Rp 221 triliun.

“Kecenderungan ke depan upaya penanggulangan bencana tidak mudah karena frekuensi dan intensitasnya meningkat. Hal ini terjadi secara global tidak hanya di Indonesia,” paparnya.

Sementara itu jutaan masyarakat Indonesia masih tinggal di daerah rawan bencana. Sebanyak 160 juta orang tinggal di wilayah rawan gempa bumi, 60 juta di rawan banjir, 40 juta rawan longsor, 4 juta tsunami dan 1 juta erupsi gunung api.

Sayangnya pemahaman masyarakat terhadap risiko bencana belum merata, hanya sedikit yang paham. Oleh sebab itu lanjut Willem perlu dibangun kemitraan strategis antara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha untuk mengurangi risiko bencana. (Andika)

Related Posts

1 of 416