NUSANTARANEWS.CO, Surabaya – Revisi Perda nomor 13 tentang Fasilitasi pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan narkoba memasuki babak akhir untuk segera diparipurnakan.
Wakil Ketua Komisi A DPRD Jatim Rohani Siswanto mengatakan ada beberapa hal yang masih menjadi ganjalan dari komisi A DPRD Jawa Timur terkait revisi perda tersebut, diantaranya mengenai UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika yang gencar di pemberitaan,
“Bahwa pemerintah pusat bersama DPR RI juga sedang menmbahas perubahan Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, sehingga kejelasan mengenai pokok pembahasan revisi undang-undang tersebut perlu kami pertanyakan, karena jangan sampai muatan revisi perda nantinya bertentangan dengan hasil perubahan dari Undang-Undang tersebut,” jelasnya di Surabaya, Jumat (25/3).
Tak hanya itu, politisi Partai Gerindra ini mengatakan pihaknya juga meminta agar BNN mengkaji kembali PP Nomor 19 tahun 2020 tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada badan Narkotika Nasional, mengingat beberapa tarif dalam PP tersebut dalam pandangan komisi A tidak sejalan dengan “perang terhadap narkoba,” yang seharusnya bersifat masif.
“Misalnya pada angka Romawi III lampiran PP tersebut disebutkan bahwa untuk mendapatkan Surat Keterangan Hasil pemeriksaan Narkoba bagi Masyarakat umum di luar layanan rehabilitasi dikenakan biaya 290 ribu rupiah per pemeriksaan,” jelas pria asal Pasuruan ini.
Tentu besaran ini, kata Rohani secara umum akan sangat memberatkan jika misalnya di Perda akan memasukkan klausul bahwa mereka yang mau masuk SMA/perguruan tinggi dan mereka yang diterima kerja di perusahaan diharuskan melampirkan surat keterangan hasil pemeriksaan narkoba sebagaimana pernah diusulkan dalam salah satu forum bersama BNN kabupaten.
“Meskipun ada pengecualian biaya tersebut bagi masyarakat yang tidak mampu, tetap saja itu akan sangat menyulitkan implementasinya di lapangan. Kami berharap tarif-tarif ini bisa dikaji ulang paling tidak senilai rapit test antigen lah,” jelasnya.
Sementara itu,Kepala BNN Propinsi Jawa Timur Brigjen (Pol) Drs. Mohammad Aris Purnomo menjelaskan bahwa sejatinya inisiatif revisi UU Narkotika sudah digulirkan sejak tahun 2017 dan memang ditargetkan rampung pada tahun 2022 ini, tetapi revisi perda tetap bisa terus berjalan beriringan dengan revisi Undang-undang Nomor 35 tahun 2009, mengingat secara substansi revisi Undang-undang akan difokuskan kepada penegakan hukum,
“Peningkatan jumlah pusat rehabilitasi, pengembangan narkotika jenis baru, serta penanganan pelaku narkoba sehingga sebenarnya tidak terlalu banyak bersinggungan dengan kewajiban dan kewenangan pemerintah daerah,” terangnya.
Mantan Kapolres Bangkalan ini mengatakan bahwa BNN pusat juga akan terus berkomitmen memonitor dan memfasilitasi pematangan revisi perda yang diinisiasi DPRD Jatim sehingga mampu optimal dalam pelaksanaannya. (Setya)