NUSANTARANEWS.CO – Suku Dayak Agabag merupakan suku yang mendiami kawasan ujung utara Kalimantan Utara. Mereka tersebar dibeberapa kecamatan di Kabupaten Nunukan.
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat yang sebagian wilayahnya berbatasan dengan Malaysia ini menjunjung tinggi norma-norma agama dan sosial. Suku Dayak Agabag lebih mengedepankan sistem kekeluargaan dan dialog. Itulah yang membuat kehidupan masyarakatnya tetap harmonis.
Setiap ada masalah, akan dilakukan mediasi oleh tetua adat. Namun, jika sudah beberapa kali mediasi tapi tak kunjung selesai (dead lock), maka masyarakat di sana akan menempuh jalan terahir, yakni melakukan ritual Bedolob.
Ritual ini diyakini oleh masyakat Dayak Agabag sebagai Pengadilan Tuhan. Namun karena tingginya sanksi, baik sosial dan psikologis, membuat masyarakat di sana tidak gegabah menjalani ritual tersebut. Kasus yang biasanya diselesaikan dengan tradisi Bedolob beragam, bisa berupa motif pencurian, perselingkuhan, sengketa tanah, hingga pembunuhan.
Lumbis, seorang tokoh Dayak Agabag mengatakan bahwa Bedolob merupakan pengadilan tertingginya Dayak Agabag. Tatkala ada persoalan yang tak bisa diselesaikan dengan cara kekeluargaan, maka Bedolob yang akan berlaku di sana.
“Jika persoalan itu masih bisa diselesaikan secara kekeluargaan, janganlah lakukan Bedolob. Karena efek yang harus ditanggung oleh pihak yang salah akan besar. Disamping sanksi sosial juga bisa berakibat pada kematian. Dan itu tak perlu menunggu lama,” ungkap penuh keseriusan.
Untuk menggelar Bedolob selain membutuhkan tempat pelaksanaan yang dekat dengan sungai. Tetua adat akan mempersiapkan persyaratan seperti kayu rambutan hutan (kalambuku) sebagai penanda lokasi pelaku Bedolob serta persyaratan upacara pemanggilan roh leluhur.
Untuk pemanggilan roh leluhur dibutuhkan upacara serta peralatan seperti beras kuning, jantung pisang, kain kuning, kain merah dan pohon kalambuku. Dalam proses ini, semua roh nenek moyang dari darat, dari laut dipanggil untuk menyaksikan jalannya prosesi Bedolob.
Setelah upacara ritual pemanggilan roh, kedua belah pihak yang bersengketa dipersilakan masuk ke sungai sebagai arena upacara. Di tempat ini tetua adat telah menancapkan 2 buah kayu kalambuku dengan kedalaman sekitar sepinggang orang dewasa.
Kayu rambutan hutan tersebut selain sebagai penanda arena upacara, juga sebagai penanda tempat kedua warga yang bertikai untuk melakukan penyelaman. Dalam tradisi Bedolob ini diyakini bahwa orang yang tidak bersalah selama menyelam dalam air akan bernapas seperti biasanya mereka di darat. Mereka tidak akan mengalami kesulitan bernapas.
Sementara bagi yang bersalah, dipercaya mereka akan mendapat gangguan dari binatang air maupun dari roh-roh leluhur mereka. Biasanya orang yang bersalah bisa mengalami pendarahan dari telinga dan hidung jika nekat bertahan di dalam air. Bahkan mengakibatkan kematian. Apakah Anda tertarik mencobanya? (Addy/Adhon/Red-1)