Resensi

Ayo Menjadi Generasi Tangguh, Growth Mindset dan Driver Mentality

“Anak Kita Berhak Keluar dari Perangkap yang Bisa Membuat Mereka Rapuh- Rhenald Kasali

Penulis buku ini adalah Rhenald Kasali. Ia pria kelahiran Jakarta, 13 Agustus 1960. Rhenald Kasali merupakan guru besar bidang ilmu manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Membaca buku Rhenald Kasali berjudul Strawberry Generation sangat menarik. Maksud dari judul ini adalah mengenai gambaran atau fenomena generasi penerus saat ini, sehingga membuat saya semakin tertarik untuk mengetahui bagaimana kondisi generasi saat ini menurut pandangan penulis.

Buku ini berisi tentang kondisi generasi penerus yang diibaratkan seperti strawberry. Strawberry adalah buah yang mungil, menawan, dan indah. Namun, begitu strawberry terkena gesekan, ia begitu mudah terkoyak, lalu hancur. Hal tersebut merupakan potret sebuah generasi yang lahir dari tangan orang tua yang jauh lebih sejahtera dari generasi sebelumnya.

Ungkapan tersebut sangat menggambarkan generasi saat ini yang “manja” dan mudah hancur digerus kompetisi dan ketidakpastian, tidak memiliki daya juang untuk menembus hambatan, bermental lemah, dan menutup diri dari kritik. Generasi galau yang mudah kecewa, dan dengan mudahnya mengungkapkan kegalauannya ke mana-mana.

Saat ini, kecerdasan seseorang hanya diukur dari nilai akademis, rapor, dan ijazah. Bagi mereka, keberhasilan dapat ditentukan seberapa tinggi IPK dan dari mana asal (sekolah) mereka, terlepas dari apakah hasil belajarnya bisa dijalankan atau tidak. Mereka terkurung dalam penjara yang mereka set sendiri, yaitu fixed mindset.

Judul Buku: Strawberry Generation
Penulis: Rhenald Kasali, Ph.D.
Penerbit: Mizan Anggota IKAPI, Cetakan Ketiga, Oktober 2017
Tebal buku: 279 Halaman

Mereka adalah orang-orang yang menolak tantangan baru, tidak senang menerima kritik, jika ada orang lain yang lebih hebat darinya, ia menganggapnya sebagai ancaman, dan mereka memiliki kebanggaan yang berlebihan terhadap prestasi yang telah dicapai. Berbeda dengan growth mindset, mereka adalah orang-orang yang merasa kualitas kecerdasan mereka belum apa-apa, menetapkan dalam diri ingin selalu belajar, siap menerima tantangan baru, mau menerima kritik untuk koreksi diri, dan menjadikan orang yang lebih hebat darinya sebagai tempat belajar.

Sebenarnya, setiap individu dilahirkan dengan berbagai macam potensi dan bakat yang dapat menjadi besar jika dikembangkan. Setiap anak berhak memilih jalan untuk menuju masa depannya, sesuai dengan yang mereka sukai dan ingin dalami, namun pada kenyataannya, orang tua semakin menguasai anaknya. Pasangan diatur dan dipilih oleh orang tua, di mana mereka kuliah, jurusan apa, bahkan tempat bekerja pun juga dipilihkan oleh orang tua. Orang tua mungkin berpikir, hal tersebut adalah yang terbaik bagi anaknya. Tanpa disadari, mereka membuat otak anak-anaknya kosong, terbelenggu, dan tidak terlatih.

Kebanggaan orang tua terletak saat anaknya mendapat nilai sempurna. Orang tua rela mengeluarkan uang agar anaknya “hidup enak”. Hal tersebut tentu mendorong orang tua agar rela melepas anaknya belajar menghadapi realitas, bertemu dengan aneka kesulitan bukan asal mudah atau dimudahkan, dan berani mengambil keputusan. Banyak lulusan universitas terkenal, IPK tinggi tetapi sama sekali tidak dapat mengambil keputusan dan tidak siap dalam dunia kerja. Sekolah susah, mencari kerja juga susah, dan lengkap sudah penderitaan anak-anak kita.

Seharusnya orang tua memberikan pertimbangan, bukan mengambil keputusan. Takut dan kekhawatiran orang tua yang berlebihan hanya membuat anak-anak lumpuh dan bermental penumpang (passenger mentality). Anak harus memiliki mental seperti seorang driver (driver mentality) yang mengekspos dirinya terhadap resiko dan tantangan, sehingga tidak terlena dengan kenyamanan, tidak mudah menyerah, yang mampu bersikap dan mengambil keputusan, dan siap menghadapi abad ke-21 yang penuh tantangan, gejolak, dan ketidakpastian. Negeri ini membutuhkan orang tua yang cerdas dan guru pendidik yang tidak sekadar memindahkan isi buku, karena pintar di sekolah belum tentu pintar dalam hidup.

Buku ini merupakan gambaran seorang penulis mengenai parenting dan dunia pengajaran. Bagian pertama buku ini berisi tentang mindset yang meliputi perbedaan seseorang yang memiliki growth mindset dan fixed mindset, cognitive flexibility, working memory anak-anak, sarjana kertas, generasi wacana, orang dewasa dalam bentuk mini, deep understanding, keluar dari sangkar emas, dan anjuran anak-anak agar bermental driver.

Bagian selanjutnya, yakni bagian kedua dibahas secara mendalam, tentang seharusnya peran orang tua dalam pendidikan anaknya, dan peran guru yang seharusnya mendidik bukan hanya memindahkan isi buku satu dan buku lainnya ke dalam otak anak.

Guru harus dapat menyesuaikan diri dengan anak-anak generasi sekarang, bukan memaksa anak mengikuti apa yang telah dialaminya di generasi sebelumnya. Pada bagian tiga, menjelaskan tentang passenger mentality yang lebih banyak dihasilkan daripada driver mentality. Pada bagian empat dibahas tentang agar manusia dapat keluar dari zona nyaman, yang tidak hanya memiliki kuantitas tetapi juga memiliki kualitas, dan berani gagal.

Pada bagian kelima, dibahas tentang orang tua yang harus rela melepas anak-anaknya agar dapat berkembang, mampu mengambil keputusan, dan lebih percaya diri. Selain itu, pada bagian ini juga dibahas tentang cara yang digunakan guru dalam pembelajaran, anak-anak yang pandai dalam keterampilan atau praktik tidak dapat belajar dengan baik karena semuanya serba teori, ditambah munculnya anggapan bahwa guru atau dosen selalu benar.

Sub bagian lain yaitu, pendidikan dan rantai kemiskinan, strawberry generation, anak-anak bukanlah burung dara yang sayapnya diikat, tidak pernah bisa terbang tinggi, diberi kandang agar selalu dekat dengan tuannya. Selain itu pada sub bagian lima juga menjelaskan dua jenis guru yaitu perbedaan guru kognitif dan guru kreatif.

Keunggulan buku ini adalah buku yang penuh dengan motivasi. Buku ini menyadarkan pembaca bahwa sukses tidak didapat dengan hanya mendapatkan IPK atau gelar sarjana terbaik, akan tetapi perlu menghadapi tantangan dan rintangan yang tidak mudah. Strawberry Generation, buku yang cocok untuk semua kalangan, mulai dari anak-anak hingga dewasa dan guru hingga orang tua. Buku ini juga dapat menuntun orang tua, guru, maupun calon guru agar menjadi pendidik yang cerdas. sBahasa yang digunakan tidak terlalu formal dan cukup komunikatif, sehingga mudah dipahami oleh pembaca.

Meskipun ada beberapa bagian yang isinya mungkin membutuhkan pembayangan pembaca terhadap maksud penulis, setidaknya secara keseluruhan, buku ini dapat memberikan gambaran dan motivasi bagi penerus bangsa dan siapapun yang membacanya.

Peresensi: Ladiya Fitri Ma’rufah, Mahasiswa Pendidikan Biologi Universitas Muhammadiyah Malang

Related Posts