RubrikaTraveling

Alam Krayan, Mutiara Indonesia yang Tersembunyi di Perbatasan

Pemandangan Alam di Krayan, Kalimantan (Foto Dok, NUSANTARANEWS/Edy Santri)Pemandangan Alam di Krayan, Kalimantan (Foto Dok, NUSANTARANEWS/Edy Santri)
Pemandangan Alam di Krayan, Kalimantan (Foto Dok, NUSANTARANEWS/Edy Santri)

NUSANTARANEWS.CO, Kalimantan – Pulau Kalimantan bukan hanya menghadiahkan lebatnya hutan sebagai salah satu paru-paru Dunia. Namun lebih dari itu, Kalimantan juga mempunyai kekayaan baik itu peradaban warganya maupun keindahan alam yang tersebar di wilayah-wilayah yang jarang diketahui, ibarat zamrud yang tersembunyi oleh pandangan dunia. Salah satu jamrud tersembunyi tersebut dan adalah alam dan budaya Krayan.

Di wilayah seluas 1.837,54 km² dan berbatasan dengan Serawak dan Sabah-Malaysia ini, berbagai kekayaan hayati berpadu dengan kearifan lokal Dayak Lundayeh sehingga sampai kini alam Krayan tetap lestari. Tak hanya keramah tamahan penduduknya, wilayah yang menjadi bagian dari Kabupaten Nunukan, Kalimanan Utara ini juga menyajikan berbagai kekayaan alam berupa hasil pertanian serta keindahan yang tak dimiliki oleh wilayah di Kalimantan pada umumnya.

Sebagian wilayahnya yang masuk kawasan Taman Nasional Krayan Mentarang yang merupakan hutan yang masih terjaga keasrianya. Hal tersebut menjadikan daerah Krayan sering menjadi pusat penelitian sejumlah lembaga nirlaba internasional dan berpotensi besar menjadi daerah tujuan pariwisata.

Begitupun dengan masyarakatnya, suku Dayak Lundayeh adalah etnis yang masih teguh memegang tradisi leluhur serta masih menjaga adat istiadat ketimuran sebagai bagian dari khasanah Nusantara. Senyum ramah senantiasa terukir pada setiap tamu yang datang sehingga jalinan silaturahim tampak semakin akrab membuat siapapun akan betah dalam bercengkerama.

Disamping penduduk yang supel dan ramah, Krayan sendiri menyimpan pesona alam yang begitu memikat. Beberapa Air Terjun sepeti Paramayo di Desa Lembudud dan di Air Terjun di desa Pa’ Padi serta bebatuan alam yang indah seperti memanggil untuk memecahkan misteri yang tertulis dipermukaan batu alam tersebut.

Garam Gunung

Baca Juga:  KPU Gelar Sosialisasi Pendidikan Pemilihan Pasca Pemungutan Suara Untuk Pemilih Strategi dan Rentan di Daerah 3T Pada Pilkada 2024

Jika selama ini saat kita berbicara tentang garam adalah Laut, maka anggapan itu akan terbantahkan ketika kita menginjakkan kaki di wilayah Krayan, produksi garam bukan berasal dari laut melainkan dari gunung. Alhasil, apabila di daerah lain terjadi kelangkaan garam, maka hal itu tak akan terjadi di daerah ini.

Belum ada sumber pasti, kapan pertama kali garam yang diolah dari mata air ini dibuat dan dikonsumsi. Catatan etno-historis menyebut garam merupakan salah satu komoditas yang paling berharga serta mampu diperdagangkan dari wilayah ini. Garam merupakan sebuah produk yang sangat murah di pedalaman, dan pada zaman dahulu satu balok garam dapat ditukarkan dengan pedang logam tradisional (parang) di apo kayan.

Proses produksi garam terjadi sepanjang tahun, namun menjadi lebih intensif seiring dengan satu periode siklus penanaman padi. Masyarakat Krayan secara bergiliran mengolah garam, menghabiskan dua hingga tiga minggu di lokasi produksi pada suatu waktu jika lokasinya cukup jauh dari desa tempat mereka tinggal. Perempuan memiliki peranan penting dalam proses produksi tersebut.

Metode pengolahan garam gunung di Krayan sepenuhnya menggunakan metode tradisional dan dikembangkan secara lokal. Satu-satunya teknologi baru adalah penggunaan barel logam untuk memasaknya dalam jumlah yang lebih besar dan dapat membuat garam dalam waktu yang lebih singkat.

Selanjutnya, garam dikemas dengan cara memanaskan garam yang sudah dimasukkan ke dalam bambu di atas tungku api dan kemudian membungkusnya menggunakan daun. Biasanya garam disimpan dalam tumpukan kayu bakar di atas perapian di dapur. Dengan cara ini balok-balok garam akan tetap keras dan kering, serta dapat digunakan selama bertahun-tahun.

Rasa dari garam gunung tak jauh berbeda dengan garam dari air laut. Namun ciri khas tersendiri menjadikan garam Krayan begitu mudah masuk ke pasar negara tetangga (Sabah-Serawak dan Brunei).

Baca Juga:  MRT Disebut Tak Cocok Dibangun di Surabaya, Ini Kata Kadishub Jawa Timur

Beras Adan

Selain Garam Gunung, Krayan memiliki komoditi yang yang sangat femomenal yakni Beras Adan. Beras yang dihasilkan dari padi organik ini selain memiliki cita rasa yang lezat, juga menyimpan kandungan gizi yang tinggi.

Beras Adan merupakan salah satu beras dengan kualitas terbaik diantara varietas padi lokal lain yang hingga saat ini masih dibudidayakan di Krayan dan daerah dataran tinggi lainnya.

Terdapat tiga varietas yang berbeda : Putih, merah dan hitam. Beras ini terkenal dengan biji-bijian kecil dan halus serta rasa yang enak, aromanya harum setelah dimasak. Rasanya pulen dan sedap meskipun dilahap tanpa lauk pauk dan sayuran. Tingginya karbohidrat (varietas putih) dan kandungan mineral (varietas hitam) membuat beras ini mampu memberikan kontribusi untuk nilai gizi yang sangat baik.

Sistem pertanian yang digunakan untuk menghasilkan beras Krayan memang unik. Sejak zaman dahulu, secara turun temurun, pola pertanian dipakai membudidaya beras Krayan, adalah pola yang sesuai budaya masyarakat Krayan, yaitu secara organik.

Sebagaimana masyarakat budaya yang tak lepas dari sistem kearifan lokal yang bertumpu pada keadaan siklus alam dan pola ramah lingkungan, masyarakat Krayan menanam padi di atas lahan sawah tradisional. Kondisi alam diantara lembah dan ngarai membuat beras Krayan berbeda dengan daerah lain.

Dalam 1 kali masa panen, sedikitnya bisa menghasilkan 9 ton dari 3 ribu hektar sawah. Perkilonya dijual senilai RM39 untuk Malaysia, sedangkan untuk wilayah lokal Kalimantan dijual senilai Rp25 ribu/kg. Kecenderungan masyarakat Malaysia terhadap beras dengan kwalitas super ini pernah menyebabkan klaim bahwa Beras Adan adalah hasil tani wilayah Malaysia. Hal tersebut tentu bukan hanya sangat merugikan para Petani tapi juga menggores kedaulatan.

Baca Juga:  Polda Metro Jaya Terima Hibah Kendaraan

Garda Depan NKRI Yang Terisolir

Namun untuk menjangkau wilayah yang saat ini terbagi dalam 5 Kecamatan tersebut bukan hal yang mudah. Satu-satunya akses tansportasi menuju Krayan hanyalah melewati udara karena jalan darat hingga kini tak kunjung sampai kewilayah ini. Keterbatasan Pesawat dan mahalnya ongkos yang mencapai 1,5 juta rupiah menjadi persoalan tersendiri masyarakat Krayan pada umumnya.

Memang sungguh ironis, sekitar 8 ribu jiwa diwilayah yang kaya sumber daya alam tersebut sejak Indonesia merdeka hingga hari ini tak pernah merasakan insfratruktur sebagaimana daerah lain. Padahal Krayan adalah salah satu dari garda depan Negara Kesatuan Repubik Indonesia.

Marli Kamis, seorang Tokoh Adat Dayak Lundayeh menuturkan hal yang lebih miris lagi. Jalan penghubung antar Desa di wilayah ini juga masih menjadi hal yang langka. Bahkan menurut Pria yang juga menjabat sebagai anggota DPRD Kabupaten Nunukan ini, ada sebagian masyarakat Krayan yang sampai sekarang tak pernah melihat wujudnya aspal.

Disinilah semua pihak terutama Pemerintah harus mengambil sikap. Karena apabila ada kemauan Pemerintah, maka pembuatan jalan dari Malinau – Krayan bukanlah sebuah kemustahilan. Disamping sebagai pemerataan pembangunan yang berkeadilan, juga sebagai peneguhan atas misi Nawacita yang membangun dari pinggiran.

Selain itu, apabila akses jalan dapat dibuka, hal tersebut bukan hanya memangkas ketergantungan masyarakat Krayan terhadap produk-produk dari Negara tetangga, namun juga dapat menjadi pendongkrak ekonomi Perbatasan pada sektor Pariwisata.

Pewarta: Edy Santri

Related Posts

1 of 3,050