NUSANTARANEWS.CO – Tahun 2018 baru di bulan Januari. Tapi aroma ketegangan politik sudah sangat kental terasa. Hal itu dapat terlihat dengan jelas, usulan Mendagri, Tjahjo Kumolo kepada Presiden Jokowi agar Plt Gubernur Jawa Barat dan Sumatera Utara di isi oleh anggota Polri Aktif. Dua nama yang disodorkan Tjahjo, mantan Sekjen PDIP itu adalah adalah, Irjen Polisi Muhammad Iriawan untuk Jawa Barat dan Irjen Polisi Martuani Sormin untuk Sumatera Utara.
Penunjukkan itu pun ramai dikritisi oleh berbagai kalangan. Tapi satu hal, apakah Mendagri dalam pengusulan 2 pati polri aktif itu tidak langgar UU kepolisian dan Permendagri? Apakah Mentri Tjahjo tidak baca dua aturan di atas?
Yaitu: Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, tentang Kepolisian Republik Indonesia pasal 28 ayat 3 Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
Juga, Permendagri Nomor 74 Tahun 2016 pasal 4 ayat 2 Pelaksan tugas Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari pejabat pimpinan tinggi madya Kemengrian Dalam Negeri atau Pemerintah Daerah Provinsi.
Jadi, jika di merujuk pada UU Kepolisian RI no 2/2002 dan Permendagri no 74/2016 di atas, maka penunjukan Pati Polri aktif sebagai Pelaksana Tugas Gubernur adalah pelanggaran UU dan pelanggaran permendagri yang kalau dilihat dari tahun lahirnya permendagri no 74 tahun 2016 itu, maka Pemendagri itu dibuat oleh Mendagri Tjahjo Kumolo sendiri.
Lalu muncul pertanyaan, mengapa Mentri Tjahjo nekat lakukan penunjukan Plt Gubernur Polri aktif? Ada beberapa dugaan bisa saja terjadi.
Pertama, Tjahjo Kumolo adalah Mantan Sekjen PDIP, dan kader Partainya. Sehingga seorang kader partai menurut perintah Ketua Umumnya Megawati Sukarnoputeri adalah Petugas Partai. Sebagaimana Megwati sering sebut Presiden Jokowi adalah petugas Partai.
Logikanya, petugas Partai tentunya siap melaksanakan perintah Ketumnya. Apakah, Mentri Tjahjo berani lawan Ketum Partainya? Rasanya tidak mungkin. Dia bisa didepak dari kursi mentrinya, jika mbalelo (dissident).
Kedua, apakah ada kekhawatiran yang luar biasa dari PDIP, bahwa untuk Wilayah Jawa Barat dan Sumatera Utara, belum aman, sehingga ada Plt dari Polri yang selama ini dikenal sangat mudah di”atur”? Sehingga, penunjukkan Pati Polri itu dapat dianggap bisa menguntungkan PDIP? Atau apakah karena untuk Wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah dalam kaca PDIP sudah aman dan dijamin pasti menang, sehingga tidak perlu repot-repot turunkan Pati Polri? Karena di Jatim ada Gus Ipul dan di Jateng ada Ganjar yang incumbent.
Ketiga, apakah langkah Mendagri itu, adalah pemetaan kekuatan PDIP untuk Pillres 2019? Karena Jawa Barat dan Sumetra utara itu adalah basis potensial untuk kemenangan Capres PDIP selain Jawa Timur dan Jawa Tengah dalam meraih Suara Pilpres?
Keempat, apakah langkah Mentri Tjahjo itu juga akan di aminkan dan menyetujui penunjukkan 2 Pati Polri aktif sebagai Plt Gubernur oleh Presiden Jokowi yang juga adalah Kader dan Petugas Partai, bela Partai, Cagub dan persiapan untuk memenangkan pilpres 2019? Padahal Jawa Barat dan Sumatera Utara tidak terdapat alasan kuat menunjuk Plt Gubernur. Lagian Plt Gubernur ditunjuk, bila Gubernur tersebut juga mencalonkan diri sebagai Cagub. Padahal Jawa Barat dan Sumatera Utara, Gubernurnya tidak calonkan diri.
Meski, Mendagri Tjahjo, beralasan bahwa penunjukkan 2 Pati Polri aktif itu sebagai Cagub dengan alasan bahwa Plt Gubernur Aceh dan Sulawesi Barat juga pernah di lakukan, tetapi dalam kaca mata kekuatan isu dan kekuatan massa politik dan suara, untuk Jawa Barat dan Sumatera Utara tidak bisa dipakai.
Alhasil, dari sejumlah cacatan di atas, nampaknya langkah Mendagri Tjahjo Kumolo, itu blunder secara aturan, politik dan juga keamanan dan ketegangan di tahun 2018 ini. Apalagi jika, usulan Tjahjo ini, nanti disetujui oleh Presiden Jokowi yang juga adalah Petugas Partai.
Maka, apa yang dikhawatirkan sebagai Negara Partai tak bisa dielakkan. Sehingga, jangan salahkan sementara kalangan plesetkan NKRI akan menjadi Negara Kepartaian Republik Indonesia atau Negara Kepolisian Republik Indonesia.
Penulis: Muslim Arbi, Pengamat Politik.