Opini

Dikotomi Tentara Pretorian vs Tentara Profesional, Kritik Untuk Connie

NUSANTARANEWS.CO – Amos Perlmutter dan Valerie Plave Bennett menulis buku The Political Influence of the Military: A Comparative Reader, Yale University Press, New Haven, 1980, yang berkisah dikotomi Tentara Profesional versus Tentara Pretorian.

Mestinya Connie bicara itu daripada carmuk (cari muka) kepada Marsekal Hadi Tjahjanto yang dari CV-nya diketahui naik berkat asyobiyah (nepotisme) dan karbitan. Sudah jauh-jauh sekolah ke Hawaii segala. Misalnya, calon Panglima dari AU itu tipe “profesional” atau “pretorian”. Selain paras yang elok dan suara sopranonya, dapat dinikmati kewarasan dan kecerdasan sis Connie

Studi Perlmutter dan Bennett lebih dalam daripada kerangka teoritik Hungtinton. Kasus-kasus Dunia Ketiga diikuti Edward Shild, Lucian Pye, Morris Janowitz, Feit, etc. Perlmutter menambahkan dua teorema, yaitu dikhotomi tadi dan militer profesional revolusioner.

Tampaknya memang sudah tak ada tugas suci Huntington itu pada tentara profesional kini. Secara empirik, tak mungkin ada tentara Saptamargais pada tentara profesional. Sebab, tugas suci yang namanya Saptamargais hanya dimiliki tentara pretorian.

Baca Juga:  Terkait Kriminalisasi Wartawan Rosmely, Ini Catatan Saya untuk Kapolri

Yang ditemui adalah the militer minds atas nation state tentara profesional. Wujud nyatanya adalah pengabdian kepada kekuasaan, tanpa reserve kalau tidak apa yang disebut Huntington sebagai political decay (pembusukan politik).

Di TV, pernyataan Presiden Jokowi mengoplos, “… Saya harapkan Marsekal Hadi Tjahjanto bisa membawa TNI menjadi tentara pejuang, tentara rakyat, dan tentara profesional”.

Tiga jenis tentara yang berbeda dioplos jadi satu. Koyok opo?

Tentara pejuang, adalah tentara yang terlibat fase perjuangan kemerdekaan. Sudah jadi veteran semua.

Tentara rakyat. Sejak Gestapu PKI sudah tak ada tentara rakyat. Yaitu, sejak Angkatan ke V dibubarkan. Tadinya, Angkatan ke V dipersenjatai. Belakangan terlibat anasir Gestapu. Sejak peristiwa itu, kita tak mengenal tentara rakyat.

Tentara profesional. Tentara yang didoktrin oleh UU. Bukan lagi doktrin Sapta Marga. (*)

*Djoko Edhi Abdurrahman, penulis Mantan Anggota Komisi Hukum DPR, Wasek Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum Nahdmatul Ulama, PBNU

Related Posts

1 of 3