NusantaraNews.co, Banten – AIDS Research Center (ARC) UNIKA Atmajaya menilai hingga saat posisi Indonesia dalam menindaklanjuti Program Pengurangan Dampak Buruk Napza di Indonesia dengan menadatangani komitmen UNGASS on Drug 2016 tidak diimbangi oleh perkembangan dan peningkatan kualitas layanan kesehatan.
Hal tersebut disampaikan oleh Penggiat kesehatan dari AIDS Research Center (ARC) UNIKA Atmajaya, DR. Octavery Kamil dalam diskusi publik penggodok isu dan situasi yang terjadi di Tangerang selatan tentang semakin pesatnya perkembangan narkotika psikotropika dan zat adiktif (NAPZA).
“Menyikapi situasi ini perlu didorong lebih kuat secara bersama untuk memastikan keberlangsungan layanan program pengurangan dampak buruk Napza di Indonesia,” kata Octavery di forum diskusi yang digelar Lembaga Drug Policy Reform, Selasa (12/9/2017).
“Pendekatan kesehatan bagi populasi kunci pengguna Napza perlu dilakukan secara komprehensif dengan mengedapankan prinsip kesehatan masyarakat,” imbuhnya.
Octavery juga mengatakan, seharusnya masyarakat sipil lebih cerdas dalam menyikpai fenomena ini.
Sebab, bagi menurut dia masyarakat dapat mengambil langkah strategis dengan memberikan masukan terhadap dampak buruk dari penggunaan NAPZA.
“CSO harus memberikan masukan konkrit, terkait startegi program khususnya penjalanan program pengurangan dapak buruk. Pemerintah bukan hanya melakukan proses penganggaran tapi juga harus mampu mengukur keberhasilan, termasuk didalamnya program pencegahan,” ungkap Octavery.
Sekadar informasi, Drug Policy Reform menggelar diskusi dengan topik ini lantara angka kasus penyakit menular yang disebabkan oleh penyakit penyerta adiksi seperti HIV, Hepatitis B dan C, TBC dan IMS (Infeksi Menular Seksual) semakin meningkat.
“Ditambah adanya kasus overdosis dan tingginya angka pemenjaraan pengguna Napza,” terang Koordinator Advokasi Drug Policy Reform, Cecep Supriyadi di lokasi acara.
Pewarta: Syaefuddin A | Red02
Editor: Ach. Sulaiman