NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Terbongkarnya sindikat penyedia jasa akun palsu yang selama ini meresahkan atmosfer media kita membuka mata bahwa ada beberapa pihak yang memanfaatkan rendahnya budaya literasi masyarakat.
Ketua Masyarakat Anti Fintah Indonesia (Mafindo), Septiaji Eko Nugroho mengatakan adanya dugaan simbiosis transaksional antara aktor intelektual yang mendanai penyebar berita hoax dan penyebar berita hoax.
“Kami menilai skema simbiosis seperti ini akan memiliki daya rusak yang tinggi bagi masyarakat kita yang belum sepenuhnya melek literasi media sosial dan dibutuhkan upaya serius secara hukum untuk menghentikannya,” kata Eko, Sabtu (26/8/2017).
Eko mengapresiasi langkah kepolisian yang telah berupaya untuk melakukan pemberantasan terhadap sindikat berita hoax dengan melakukan investigasi dan penangkapan terhadap anggota penyedia jasa akun palsu.
“Kami berharap pengusutan dilanjutkan agar dapat mengungkap para pihak yang mendanai dan menjadi aktor intelektual di balik penyebaran berita hoax,” sambungnya.
Menurutnya, dibutuhkan peran akif dari masyarakat, media arus utama, pemerintah dan NGO agar saling bersinergi menyerukan pentingnya budaya literasi.
“Hanya dengan bergerak bersama-sama, maka bangsa Indonesia bisa terbatas dari pemanfaatan media sosial yang negatif sekaligus menghindari perpecahan masyarakat, dan mengambil kekuatan positif media sosial sebagai katalis bagi sinergi dan percepatan pembangunan bangsa,” pungkasnya.
Diskursus Saracen, memang menjadi berdebatan hangat. Pasalnya, framing Saracen yang dibangun saat ini tampaknya tengah disasarkan kepada kelompok-kelompok yang kritis terhadap pemerintah. Saracen atau buzzer sebenarnya bukan hal baru.
Mulanya buzzer kerap digunakan untuk mendukung kampanye parpol melalui media sosial. Sejak Pilpres 2014 lalu, penggunaan akun abal-abal yang mengatasnamakan warganet sudah digunakan strategi dalam menggiring opini publik.
Bahkan dalam perkembangannya, akun-akun buzzer (akun bodong) masih digunakan oleh pihak yang pro pemerintah maupun yang beropisisi. Akun-akun buzzer ini digunakan untuk memframing suatu opini yang berkembang, sehingga netizen (warganet) menjadi percaya.
Tidak hanya menyangkut ujaran kebencian, melainkan juga sebagai media pembully bagi rival-rival politik. Citra seorang pemimpin juga bisa dibangun oleh kelompok-kolompok ini. Baik yang pro maupun yang kontra.
Pewarta: Syaefuddin A
Editor: Romandhon