Gaya Hidup

Amanda Gummer: Orang Tua Kelas Menengah Cenderung Menurut pada Anak

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pola pengasuhan orang tua terhadap anak diketahui memiliki konsep dan cara yang berbeda-beda dari setiap orang tua. Namun, sebuah penelitian baru-baru ini menyebutkan bahwa orang tua kelas menengah, mereka cenderung merusak anak-anak mereka dengan enggan berkata “tidak” kepada mereka.

Amannda Gummer seorang psikolog anak mengungkapkan bahwa, banyak guru yang menempatkan perilaku buruk murid di kelas tidak berasal dari murid itu sendiri tetapi melainkan bagaimana orang tua mereka.

Kecenderungan orang tua menuruti anak-anaknya dalam setiap kemauan mereka akan menyebabkan anak tidak mandiri dan selalu mengandalkan orang tua. Orang tua yang menggunakan cara semacam ini untuk mendidik anaknya oleh Gummer di umpamakan sebagai orang tua ‘helikopter’. “Orang tua memberikan perhatian intensif terhadap anak mereka dan dan selalu berpihak kepada mereka. Setiap keinginan, memicu sindrom ‘kaisar kecil’,” ungkapnya.

Gummer juga mengungkapkan melalui tulisannya yang dimuat Daily Mail, ” Anak-anak liar dan nakal semakin cenderung menjadi keturunan dari orang tua yang disebut ‘helikopter’.”

Gummer mengungkapkan bahwa sikap dan perilaku orang tua kelas menengah pada dasarnya lebih mengejutkan dari pada anak-anak mereka. Ungkapan tersebut muncul dari pengamatannya yang bekerja sama dengan guru sekolah dasar.

Dilandir dariThe Independent, Gummer melihat bahwa orang tua kelas menengah cenderung sangat ambisius terhadap masa depan anak mereka, akan tetapi mereka gagal menyadari betapa buruknya cara mereka dalam menyiapkan melekular anak-anak mereka untuk nantinya dapat berkompromi dengan kehidupan nyata.

Anak-anak dibiasakan dengan sikap penurut dari orang tuanya yang selalu memenuhi keinginan anak mereka. Hal ini nantinya akan membuat anak tidak dapat mengambil keputusan dan keberanian mereka dalam segala hal.

Hal yang sering terjadi adalah, bahwa anak dengan pola asuh orang tua ‘helikopter’ ini tidak dapat memposisikan dirinya di dalam kelas. Ia akan selalu menuntut untuk menjadi nomor satu. Artinya, sebagaimana yang dilakukan orang tua terhadapnya, orang lain pun harus sesuai dengan apa yang ada di kepala mereka. Hal tersebut mengakibatkan saat terjadi ketidak sesuaian di kehidupan nyata yang lebih luas, anak-anak tidak dapat menanganinya.

Anak-anak akan menangis di sekolah dan para guru dibuat kualahan menghadapi air mata mereka. Orang tua membiasakan mereka dengan tidak perbah berkata “tidak” terhadap setiap keinginan anak.

Pada penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya, banyak pakar yang telah memberikan saran agar orang tua tidak terlalu banyak mengendalikan anakk-anak mereka karena dapat menyebabkan kerusakan psikologis di kemudian hari dalam hidup mereka.

Sebuah studi tahun 2015 oleh University College London, melacak lebih dari 5.000 orang sejak lahir dibiasakan dengan pola orang tua yang terlalu banyak membantu mereka dan mengganggu privasi mereka dengan cara tertentu dan cara-cara yang mereka lakukan mendorong anak memiliki ketergantungan yang berat terhadap orang tua mereka. Hal tersebut dikatakan mungkin dapat menyebabkan ketidak bahagiaan anak saat usianya menginjak usia mandiri mereka hingga sepanjang kehidupannya mendatang.

“Anak-anak membutuhkan peraturan, batasan dan kesempatan untuk merasakan hawa dingin, kelaparan dan jatuh atau merasakan sakit yang ditimbulkan oleh dirinya sendiri. Sehingga mereka bisa belajar dari kesalahan mereka,” pungkas Gummer.

“Jika mereka kehilangan pengalaman hidup dasar di rumah mereka, itu membuat mendidik mereka adalah tantangan yang jauh lebih besar bagi guru mereka dari pada yang seharusnya.”

Penulis: Riskiana
Editor: Romandhon

Related Posts