Hukum

KPK Kini Bidik PLN Terkait Kasus Suap dari Rolls Royce

NUSANTARANEWS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku telah menerima banyak dokumen dari Serious Fraud Office (SFO), termasuk mengenai adanya dugaan suap yang dilakukan perusahaan asal Inggris Rolls Royce kepada PT PLN (Persero). Namun saat ini, lembaga antirasuah masih mempelajari kasusnya.

“Sebagaimana yang disampaikan sebelumnya, kami (KPK) mendapat informasi banyak dari SFO dan CPIB (Corrupt Practices Investigation Bureau). Kami sedang pelajari lebih lanjut,” ujar Jubir KPK, Febri Diansyah, di Jakarta, Senin, (23/1/2017).

Badan antikorupsi Inggris, SFO, turut membantu pengungkapan kasus dugaan suap atas mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, oleh Rolls-Royce. Praktik suap produsen mesin dan otomotif asal Inggris tersebut di Indonesia selama lebih tiga dekade terakhir, ternyata juga terjadi pada proyek listrik melibatkan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Dalam dokumen fakta yang diperbarui dan diunggah SFO dalam situs resminya, Selasa (17/1/2017) pekan lalu, mengungkapkan adanya praktik suap oleh pegawai Rolls-Royce untuk memenangkan tender proyek PLN. Praktik itu melibatkan seorang perantara, yang disebut sebagai Perantara 7, dan petinggi PLN.

Pat gulipat antara Rolls Royce dengan PLN terjadi ketika tahun 1990-an, Rolls-Royce menjual dua set paket generator kepada PLN untuk pembangkit listrik di Tanjung Batu, Samarinda.

Baca Juga:  Kesal Di-PHP, Wilson Lalengke Propamkan Penyidik Dittipidkor Bareskrim Polri

Selanjutnya, pada tahun 2000, Rolls-Royce memenangkan kontrak perawatan generator selama tujuh tahun untuk proyek tersebut.

Tahun 2007, menjelang akhir dari kontrak berdurasi tujuh tahun tersebut, PLN kembali membuka tender. Waktu itu berjenis tender terbatas kontrak jangka panjang (Long Term Service Agreement /LTSA).

Adapun tender tersebut masih atas proyek serupa, atau perawatan generator di Tanjung Batu tersebut.

Karena Perusahaan Listrik Negara saat itu sedang di bawah pengawasan dugaan kasus korupsi, perseroan pelat merah tersebut mencoba untuk menghindari negosiasi langsung dengan Rolls Royce.

“Penyebabnya PLN sedang dalam pengawasan dugaan korupsi,” demikian komentar perantara, seperti tercantum dalam direktur itu, seperti tercantum dalam dokumen SFO.

Menurut bocoran dari Perantara 7 itu juga, diketahui ada satu perusahaan lain yang terlibat dalam tender yaitu Rolls-Wood Group, serta vendor lainnya yang kemungkinan sebuah konsorsium dengan perusahaan swasta Indonesia.

Perantara 7 kemudian memainkan perannya dalam memuluskan Rolls Royce sebagai pemenang tender perawatan generator tersebut. Melalui serangkain pertemuan dengan petinggi PLN, Rolls Royce dijanjikan akan sukses menyingkirkan Rolls Wood Group (RWG).

Baca Juga:  Restorative Justice Hasilkan Perdamaian, PPWI Cabut Gugatan Prapid terhadap Kapolri

“Saya akan merancang strategi agar Rolls-Royce mendapat lebih keuntungan dibanding para lawan, bisa jadi [perusahaan dalam konsorsium] atau Rolls-Wood (langsung). Mohon petunjuk mengenai kelemahan kompetitor, dibandingkan dengan Rolls-Royce…”

“Jika PLN harus memilih setidaknya tiga pemberi tawaran, saya akan merekomendasikan agar mereka memilih [perusahaan kompetitor di Indonesia, Rolls-Royce dan Rolls-Wood Group (RWG). Kita bisa mempengaruhi RWG dengan meminta mereka untuk membatalkan kepesertaan tender.”

Demikian dokumen SFO merinci keterangan dari Perantara 7.

3 Mei 2007, Rolls Royce mengirim salah seorang staf untuk bertemu dengan Perantara 7 dan seorang direktur PLN. Hasil dari pertemuan tersebut, Rolls Royce mengetahui secara persis beberapa figur pengambil keputusan di dalam tubuh PLN, serta profile RWG selaku kompetitornya.

Di hari yang sama, setelah memperoleh bocoran mengenai RWG, pihak Rolls Royce segera merancang pertemuan dengan petinggi RWG.

“Pertamuan malam ini terlihat menjanjikan. Tolong rahasiakan hal ini!” tulis pegawai tersebut dalam dokumen SFO.

Sebagai tindak lanjut, Rolls-Royce kemudian mengirim surat ke salah seorang petinggi RWG yang menyatakan bahwa Rolls-Royce menawarkan bekerjasama dengan perusahaan lain, yang sebenarnya juga dipimpin oleh petinggi RWG tersebut.

Baca Juga:  Ahli Waris Tanah RSPON Bersyukur Warkah Terdaftar di Kelurahan Cawang

“Untuk menjamin kelangsungan pembangkit listrik di Tanjung Batu…terutama melalui LTSA. Nilai kontraknya £ 21.169.500 untuk periode tujuh tahun.”

Demikian sebagian isi surat tersebut, seperti yang ada di dalam dokumen SFO.

Upaya Rolls Royce untuk “membeli” salah seorang direksi RWG membuahkan hasil. Ia mengatur nilai kontrak yang tidak wajar untuk diajukan ke PLN, sekaligus membuka peluang Rolls Royce untuk memenangkan tender. Untuk usahanya, Perantara 7 menjanjikan komisi 2 persen dari total nilai kontrak tidak wajar yang sudah ia rancang.

Hasilnya, nilai kontrak yang diajukan RWG ke PLN lebih mahal US$ 1 juta, dibanding tawaran yang diajukan Rolls Royce.

Akhirnya, kontrak LTSA antara Rolls Royce dan PLN diteken pada 20 Agustus 2007. Tiga bulan kemudian, Perantara 7 mendesak dua pegawai Rolls-Royce untuk membayar semua haknya.

Ia menuntut supaya pembayaran dilakukan di Indonesia, dan sebagian lagi untuk rekeningnya di Singapura. Solusinya, komisi sebesar 2 persen itu dibayarkan melalui perusahaan cangkang.

Dalam sebuah e-mail, saat berusaha meminta pembayaran dari Rolls-Royce di Singapura, Perantara 7 menyatakan uang tersebut akan dibagi-bagi kepada sejumlah pejabat PLN. Rolls-Royce pun membayarkan komisi yang dijanjikan kepada Perantara 7 tahun 2008. (Restu)

Related Posts

1 of 223