NUSANTARANEWS.CO – Tepat pada Mei 2016, maskapai penerbangan Lion Air kembali melakukan kesalahan fatal untuk yang kesepuluh kalinya dalam rentang waktu 14 tahun terakhir. Mei lalu, maskapai berlambang Singa Merah salah menurunkan penumpang di bandara Soekarno-Hatta karena seharusnya pesawat yang membawa penumpang dari luar negeri itu parkir di terminal internasional.
Insiden fatal ini pun segera mendapatkan sorotan publik. Kecaman juga berdatangan dari berbagai pihak. Alhasil, Kemenhub mengeluarkan sanksi kepada Lion Air usai insiden penumpang internasional yang salah masuk ke terminal kedatangan domestik. Sanksi yang diberikan kepada Lion Air yaitu pembekuan izin baru selama 6 bulan dan juga pembekuan ground handling di Bandara Soekarno-Hatta.
Aneh tapi nyata, pihak maskapai penerbangan berlambang Singa Merah malah meradang, tidak terima atas sanksi yang diberikan Kemenhub. Merasa keberatan, Direksi Lion Air akhirnya melaporkan Kemenhub ke Bareskrim Polri. Mereka tak terima lantaran Kemenhub dinilai gegabah dalam memberikan sanksi tanpa melakukan investigasi terlebih dahulu, meski insiden di Soekarno-Hatta bukanlah kesalahan pertama kali yang pernah terjadi pada Lion Air.
Langkah Lion Air yang melaporkan Kemenhub juga jadi sorotan tajam. Pasalnya, menurut YLKI, tindakan Lion Air adalah sebuah anomali dan janggal karena sanksi yang dijatuhkan regulator sebagai otoritas penerbangan dilawan oleh operator penerbangan. “Mungikn, ini satu-satunya kasus di dunia; operator melawan regulator,” ujar Tulus Abadi di Jakarta, Senin (23/5).
Untuk itu, Tulus menilai insiden di Soekarno-Hatta sudah sepatutnya diproses dengan serius, tak boleh dianggap remeh apalagi dibiarkan begitu saja. “Seharusnya pilot Lion tunduk pada perintah petugas ATC. Patut diduga kejadian ini karena pilot Lion membangkang perintah petugas ATC,” cetusnya.
Lebih lanjut, berselang dua pekan pasca insiden di Soekarno-Hatta, manajemen Lion Air mendatangi DPR RI Komisi V bermaksud curhat usai disanksi Kemenhub. Memboyong sejumlah awak maskapai, curhatan mereka justru mendapatkan hujan kritik dari para anggota dewan. Manajemen Lion Air Group dinilai tidak disiplin dalam melayani para penumpang, serta seperti tak pernah melakukan evaluasi serius dari insiden yang sudah-sudah.
Seperti dikatakan sebelumnya, Lion Air sering mengalami insiden fatal sejak 2002 silam. Bahkan, di tahun 2016 Lion Air tercatat mengalami insiden fatal dua kali yakni tergelincir di bandara Juanda akibat landasan licin dan pesawat Lion Air JT 161 dari Singapura salah menurunkan penumpang di pintu masuk domestik Bandara.
Buruknya manajemen Lion Air dalam kurun waktu 2002-2016 menimbulkan spekulasi kalau salah satu maskapai yang dicintai masyarakat ini mengalami kebangkrutan. Selain persoalan manajemen yang kurang baik, konflik internal di kalangan pilot dan pramugari juga kerap kali membayang-bayangi kinerja para crew Lion Air. Benarkah demikian?
Jika benar, pemerintah sudah seharusnya melakukan investigasi lebih mendalam. Sebab, kasus-kasus yang mendera Lion Air, termasuk insiden di Soekarno-Hatta hingga kini sudah tak terdengar dan tersiar lagi kabar beritanya.
(nvh/eda/edd)
Editor: Almeiji Santoso