Hukum

Kemenkeu Dukung Penuh KPK Pidanakan Korporasi

NUSANTARANEWS.CO – Inspektorat Investigasi Kementerian Keuangan Rahman Ritza mengatakan tindak pidana korupsi sangat merugikan negara. Pasalnya perbuatan ‘keji’ itu dapat menurunkan penerimaan pajak negeri ini.

“Maka Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sangat perhatian pada hal tersebut, kedua hal itu menanggu reputasi keuangan yang menurunkan investasi,” tuturnya di Jakarta, Kamis, (17/11/2016).

Karenanya dia sangat mendukung langkah penegak hukum dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berupaya memidanakan korporasi, baik swasta maupun Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D). Pasalnya kalau dilihat dari beberapa kasus yang ditangani KPK, terdakwanya itu lebih banyak dari sektor swasta yang dipidanakan. Dimana korupsi yang terjadi itu sebagian besar 90% lebih itu karena adanya kolaborasi antara penguasa dengan pengusaha.

“Belum ada pelaku korporasi yang dihukum, hanya pejabat saja. Padahal (pejabat Indonesia dengan petinggi korporasi) itu pasti untuk kepentingan perusahaanya, bukan dia (pejabat korporasi). Tapi kenapa perusahaanya tidak dihukum,” katanya menggebu-gebu.

Baca Juga:  Bea Cukai Nunukan Lakukan Hibah dan Musnahkan Barang Ilegal Lainnya

Di Amerika Serikat (AS) lanjut dia, jika aparat penegak hukum mendapatkan ada petinggi korporasi yang melakukan tindak pidana korupsi (tipikor), maka korporasi tersebut sudah pasti akan dihukum dan dikenakan denda yang besar.

Selain memberikan pemasukan untuk negaranya, hukum tersebut juga dapat memberikan efek jera. Sehingga perbuatan ‘Keji’ itu kecil kemungkinannya untuk terulang kembali.

“Kita dari sisi pajak, sebenarnya bisa diberikan denda pajak tinggi kalau kita punya informasinya perushaan mana yang melakukan korupsi. Bisa kena denda 400%, itu pun kalau ada aturan dari Undang-Undang Tipikor denda tambahan itu akan jauh lebih bagus bagi swasta beretika lebih baik,” tukasnya.

Sebagai informasi KPK tengah meminta Mahkamah Agung (MA) untuk segera mengeluarkan Surat Edaran MA (SEMA) yang mengatur mengenai tindak pidana korupsi yang dapat menjerat korporasi. Sebab selama ini, terjadi kesulitan bagi penegak hukum, untuk memulihkan kerugian negara akibat tindak pidana atas nama korporasi.

Baca Juga:  Kapolres Inhil Ditunggangi Dewan Pers dan PWI untuk Diskreditkan PPWI

Kata Hal Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, pada 9 Agustus 2016 lalu. Landasan hukum penggunaan kejahatan korporasi itu, kata dia, adalah pasal 20 No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal tersebut menjelaskan, jika tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan atau pengurusnya (ayat 1). Sedangkan pada ayat 2 menyatakan, tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama. Namun untuk denda dari kejahatan korporasi hanya berupa denda (ayat 7).

Dengan adanya SEMA, kata Alex muncul kesepahaman dengan MA dan seluruh pengadilan, untuk mengatur tata cara pengajuan korporasi sebagai pelaku tindak pidana korupsi. (Restu/Nusantaranews)

Related Posts

1 of 425