NUSANTARANEWS,CO, Surabaya – Rangkaian ziarah yang dilakukan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur nomor urut 2 Khofifah Indar Parawansa dan Emil Elestianto Dardak tak berhenti di makam pendiri NU KH Hasyim Asy’ari dan juga KH Abdurrahman Wahid. Namun rangkaian ziarah juga dilakukan dengan ziarah di makam Proklamator RI Soekarno di Blitar, Senin (25/11/2024).
Di makam ini, Khofifah dan Emil khusyuk memanjatkan doa, serta menaburkan bunga di pusara sang proklamator bangsa. Khofifah menegaskan bahwa rangkaian ziarah yang dilakukannya adalah bentuk napak tilas. Bahwa kondisi yang dinikmati oleh seluruh warga bangsa Indonesia hari ini adalah hasil perjuangan dari para pendahulu, termasuk juga adalah Bung Karno.
Tak hanya itu, bersama sejumlah tim, Khofifah juga mengenang sosok yang akrab disapa Bung Karno sebagai sosok pemimpin yang mengutamakan kerukunan dan persatuan serta dekat dengan ulama.
“Bung Karno adalah sosok teladan bagi kita semua. Dimana beliau sangat mengutamakan kesatuan dan persatuan bangsa. Bahkan dalam satu sejarah diceritakan, beliau sempat sangat risau dengan hubungan antar tokoh bangsa, yang setiap kali ada beda pendapat kerap kali membuat suasana meruncing,” kata Khofifah.
Atas kondisi itu, beliau kemudian berkonsultasi dengan ulama yang saat itu ditemui adalah KH Wahab Chasbullah di Jombang. Saat silaturrahim, Bung Karno mencurahkan kerisauannya. Bahwa kondisi tersebut cukup berbahaya bagi keutuhan bangsa Indonesia yang saat itu baru merdeka di tahun 1945.
“Oleh Kiai Wahab, Bung Karno diberikan saran. Bahwa karena saat itu sedang bulan puasa, maka bagaimana kalau digelar silaturahmi nasional di bulan syawal. Namun menyebutya bukan sekedar silaturahmi namun adalah Halal bi Halal di bulan Syawal,” cerita Khofifah.
“Jadi yang pertama kali menyarankan halal bi halal adalah Kiai Wahab, dan yang pertama kali melaksanakan Halal bi Halal adalah Bung Karno. Yang kemudian dilakukan di semua lini hingga saat ini setiap di bulan syawal untuk merekatkan kembali silaturahmi, persaudaraan dan saling maaf-memaafkan,” imbuh Khofifah.
Secuil cerita sejarah tersebut sekaligus menjadi bukti bagaimana sosok Bung Karno yang begitu dekat dengan ulama khususnya ulama NU. Bahwa umara dan ulama memang tidak bisa dipisahkan.
“Hal ini juga menjadi pengingat bagi kita semua. Bahwa beda pendapat boleh, namun tidak boleh sampai memecahkan persatuan dan persaudaraan di antara kita semua,” kata Khofifah. (setya)