Berita UtamaMancanegaraOpiniTerbaru

Kekuatan dan Potensi BRICS dalam Peta Politik Global Mutakhir

Kekuatan dan Potensi BRICS dalam Peta Politik Global Mutakhir

BRICS, aliansi negara-negara berkembang yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan, terus memainkan peran penting dalam dinamika geopolitik global dalam beberapa tahun terakhir, dan semakin menegaskan eksistensinya di tengah rivalitas kekuatan besar antara Barat dan Timur terutama terkait multipolaritas dan resistensi terhadap hegemoni Amerika Serikat (AS) dan sekutu-sekutunya.
Oleh: Agus Setiawan

 

Tak dapat disangkal bahwa konsep multipolaritas yang diusung BRICS telah menjadi daya tarik tersendiri bagi negara-negara di belahan bumi selatan yang merasakan tekanan dari dominasi AS.

Dalam KTT Kazan baru-baru ini, BRICS Kembali menegaskan pentingnya dunia multipolar, di mana setiap negara memiliki kedaulatan dan kebebasan penuh dalam menentukan kebijakannya sendiri tanpa harus tekanan dari kekuatan besar.

Dengan pernyataan-pernyataan yang menunjukkan solidaritas mereka terhadap resistensi terhadap dominasi AS, BRICS menawarkan harapan bagi negara-negara berkembang yang ingin mencari mitra alternatif di luar blok Barat. Misalnya, Cina dan Rusia terus memanfaatkan platform BRICS untuk mengadvokasi pandangan mereka tentang dunia multipolar, dengan Cina memimpin secara ekonomi dan Rusia yang semakin memperlihatkan sikap anti-Barat setelah konflik Ukraina.

Pengaruh Ekonomi sebagai Kekuatan BRICS

BRICS memiliki kekuatan ekonomi yang tidak bisa dianggap remeh. Cina sendiri mewakili sekitar dua pertiga dari total PDB nominal kelompok ini, sementara India dan Brasil juga memiliki ekonomi yang berkembang pesat. Kolaborasi ekonomi ini tidak hanya memperkuat posisi masing-masing negara dalam menghadapi tekanan eksternal, tetapi juga memungkinkan BRICS untuk memproyeksikan kekuatannya dalam bentuk bantuan ekonomi atau investasi di negara-negara berkembang lainnya.

Baca Juga:  JB9 Ajak Jurnalis Teladani Akhlak Rasulullah di Peringatan Maulid Nabi

Sebagai contoh, inisiatif pembentukan bank pembangunan baru BRICS, New Development Bank (NDB), menawarkan alternatif bagi negara-negara berkembang yang kesulitan mendapatkan akses ke bantuan dari institusi-institusi keuangan Barat seperti IMF dan Bank Dunia. Dengan bantuan dan pinjaman dari NDB, BRICS menunjukkan potensinya untuk menyeimbangkan pengaruh ekonomi global dengan memberikan solusi keuangan yang lebih inklusif.

BRICS sebagai Pengimbang Politik Global

Pertemuan-pertemuan puncak BRICS, seperti KTT Kazan, berfungsi sebagai ajang untuk menyampaikan pesan politik kepada dunia, khususnya kepada AS dan sekutunya. Dalam KTT ini, BRICS mengirimkan pesan solidaritas yang kuat dan memperlihatkan kekompakannya sebagai sebuah kelompok yang ingin menantang dominasi politik Barat. Meskipun beberapa negara anggota BRICS memiliki hubungan yang baik dengan AS, seperti India dan Brasil, kehadiran mereka di BRICS menunjukkan kesediaan untuk menyeimbangkan hubungan diplomatik mereka tanpa terlalu tergantung pada AS.

Pada tingkat yang lebih dalam, BRICS juga menjadi panggung bagi negara-negara anggotanya untuk menunjukkan kompetensi diplomatik masing-masing di hadapan audiens domestik. Dalam konteks ini, BRICS bukan hanya aliansi internasional, tetapi juga instrumen bagi para pemimpinnya untuk menegaskan legitimasi politik di dalam negeri, terutama dalam menghadapi tantangan dari Barat.

Baca Juga:  Pemkab Nunukan Tegaskan Komitmennya Dalam Menyukseskan Pilkada 2024

Meski BRICS memiliki potensi besar, aliansi ini tidak luput dari ketegangan internal dan perselisihan agenda. Salah satu contohnya adalah hubungan antara Cina dan India, yang memiliki sengketa perbatasan dan persaingan ekonomi. Meski demikian, hubungan ini mengalami perbaikan dalam KTT Kazan, di mana kedua negara bertemu dan menunjukkan tanda-tanda keinginan untuk memperbaiki hubungan mereka. Dalam skenario yang ideal, perbaikan hubungan antara kedua negara besar ini bisa menjadi pemicu yang memperkuat peran BRICS di kancah global.

Namun, perbedaan pandangan antara Rusia dan beberapa anggota lain, seperti India dan Brasil, dalam pendekatan terhadap Barat juga menjadi hambatan bagi BRICS untuk menyepakati agenda bersama. Rusia, yang saat ini sangat anti-Barat, sering kali memiliki pandangan yang berbeda dengan India, yang lebih condong untuk menjaga hubungan baik dengan Barat. Perbedaan ini menjadi tantangan bagi BRICS untuk merumuskan kebijakan yang koheren dan mencerminkan kepentingan semua anggotanya.

Prospek Masa Depan BRICS

Dalam beberapa tahun terakhir, BRICS telah membuka pintu bagi perluasan anggota untuk menambah bobot dan daya tariknya. Mesir, Ethiopia, Iran, dan Uni Emirat Arab (UEA) diundang untuk bergabung pada KTT 2023 di Johannesburg, memperlihatkan ambisi BRICS untuk menjadi blok yang lebih inklusif.

Baca Juga:  Tingkatkan Peran Masyarakat Dalam Pendidikan di Era Digital, DP Ponorogo Gelar Sosialisasi Tingkat SLTP

Meskipun banyak negara menunjukkan minat untuk bergabung, ketidaksepakatan di antara anggota BRICS tentang negara-negara mana yang harus diterima menunjukkan adanya batasan internal yang bisa menghambat proses ekspansi di masa mendatang.

Terlepas dari itu semua, peran BRICS sebagai blok geopolitik dengan kekuatan ekonomi yang signifikan, posisi politik yang kuat, serta aspirasi untuk dunia yang multipolar semakin relevan dalam menyeimbangkan peta kekuatan dunia. BRICS telah menjadi contoh nyata bagaimana aliansi-aliansi non-Barat bisa memainkan peran penting dalam membentuk ulang tatanan dunia.

Dalam jangka panjang, BRICS berpeluang untuk mempengaruhi sistem internasional dengan menciptakan alternatif yang lebih inklusif dan berimbang. Meski demikian, kemampuan BRICS untuk benar-benar berfungsi sebagai kekuatan alternatif bergantung pada kemampuannya dalam menyusun strategi yang mencerminkan kepentingan semua anggotanya serta kemampuannya untuk menawarkan solusi nyata bagi masalah-masalah global. BRICS mungkin masih dalam proses pertumbuhan, tetapi masa depan menunjukkan bahwa kelompok ini dapat menjadi aktor utama dalam tatanan global. (*)

Penulis: Agus Setiawan, jurnalis dan pengamat geopolitik independen

Related Posts

1 of 40