NUSANTARANEWS.CO, Surabaya – Anggota Komisi B DPRD Jawa Timur Agusdono Wibawanto menolak adanya campur tangan dan desakan kepentingan antitembakau asing dalam penyusunan kebijakan pertembakauan nasional membuat ekosistem industri hasil tembakau (IHT) terus terpuruk.
“Dampaknya nanti petani tembakau di Indonesia khususnya di Jawa Timur akan terpuruk akibat kebijakan-kebijakan pertembakauan yang terbit karena tekanan kelompok antitembakau seringkali bersifat sangat eksesif,” kata politisi Partai Demokrat ini saat dikonfirmasi, Selasa (26/7).
Beberapa kebijakan yang rawan campur tangan anti tembakau ini, kata Agusdono antara lain kenaikan cukai yang sangat tinggi dan tidak terprediksi yang tentunya dapat melemahkan seluruh segmen dalam ekosistem IHT. “Berbagai kebijakan tersebut berdampak juga ke hulu mata rantai, serapan panen berkurang, serta penurunan produktivitas,” tutur pria asal Malang ini.
Sejumlah regulasi yang mengatur ekosistem pertembakauan di Indonesia, kata Agusdono, sejatinya sudah mencerminkan poin-poin yang diatur dalam kerangka pengendalian tembakau global seperti FCTC. “Regulasi pertembakauan yang ditetapkan sangat eksesif, dan petani menjadi sasaran yang selalu dirugikan. Oleh karenanya, kami akan terus menolak FCTC (Framework Convention of Tobacco Control). Kami secara tegas menolak karena merugikan petani tembakau di daerah khususnya,” ujarnya.
Ditambahkan oleh pria bergelar doktor ini, PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan yang berlaku saat ini pun sudah cukup dalam mengendalikan ekosistem pertembakauan. “Dengan adanya rencana revisi untuk regulasi pengendalian yang semakin ketat lagi, pasti akan mengancam keberlangsungan seluruh ekosistem tembakau,” jelasnya.
Agusdono mendesak juga kepada pemerintah untuk menghentikan proses revisi PP 109/2012 karena hanya akan menjadi ancaman besar bagi keberlangsungan hidup ekosistem IHT.”Pemerintah untuk menjamin dan melindungi ekosistem IHT melalui penyusunan kebijakan yang transparan dan partisipatif,”tandasnya.
Sekedar diketahui, rencana revisi PP 109/2012 akan fokus pada perluasan gambar peringatan kesehatan dari 40 persen menjadi 90 persen serta pelarangan total promosi dan iklan di berbagai media termasuk tempat penjualan. PP 109/2012 yang saat ini berlaku dinilai tidak cukup ketat dalam mengatur pengendalian produk rokok maupun pembatasan komunikasi produsen dengan konsumen. (setya)