NUSANTARANEWS.CO – Mantan Bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin rampung menjalani pemeriksaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam dugaan kasus korupsi proyek pengadaan penerapan Kartu Tanda Penduduk elektrik (e-KTP). Dia keluar dari ruang pemeriksaan sekitar pukul 19:15 WIB.
Nazaruddin mengatakan, masih banyak pihak-pihak lain yang belum terseret dan menjadi tersangka dalam kasus itu. Menurutnya, salah satu yang harus terseret dan menjadi tersangka adalah Menteri Dalam Negeri (Mendagri) saat itu, Gamawan Fauzi.
“Yang pasti Mendagrinya (Gamawan Fauzi) harus tersangka,” katanya, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (27/9).
Saat disinggung siapa saja pihak-pihak yang dirasa harus untuk terseret? Dia enggan mengungkapkannya, yang jelas ia meyakini bahwa KPK akan memberantas semua pihak-pihak yang menerima gratifikasi dari kasus tersebut.
“KPK juga sudah punya datanya semua, Gamawan terima uang berapa, yang lain juga terima uang berapa,” ungkapnya.
Sebagai informasi, kasus ini merupakan pengembangan KPK berdasarkan laporan dari Nazarudin. Ia sempat berkicau bahwa proyek e-KTP di-mark up sebesar Rp 2,5 triliun.
Nazaruddin juga menuding Gamawan Fauzi dan adiknya menerima bayaran dari proyek pengadaan E-KTP. Namun, Nazaruddin tidak menyebut nilai bayaran yang diterima Mendagri dan adiknya tersebut.
Dia juga mengatakan, proyek E-KTP tersebut secara penuh dikendalikan oleh mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, dan anggota DPR, Setya Novanto. Nazaruddin mengaku menjadi pelaksana di lapangan bersama Andi Saptinus.
Selanjutnya, menurut Nazaruddin, ada keterlibatan pimpinan Komisi II DPR dalam proyek ini. Namun, Nazaruddin enggan menyebut semua nama anggota DPR yang menurutnya terlibat.
Sugiharto yang pada saat proyek dijalankan menjabat sebagai Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri adalah pejabat pembuat komitmen dalam proyek ini.
Ia diduga telah menyalahgunakan wewenang dalam proyek senilai Rp 6 triliun tersebut. Namun, hingga kini belum ada tersangka lain, selain Sugiharto.
Akibat perbuatannya, Sugiharto disangkakan dengan Pasal 2 Ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP. (Restu)