NUSANTARANEWS.CO – PT Pertamina (Persero) meraup keuntungan dari produk-produk bersubsidi. Hal itu berdasarkan laporan keuangan Semester I 2016 yang disebutkan bahwa pelaksanaan Public Service Obligation (PSO) dan penugasan (kerosene, LPG 3kg, solar dan premium (non Jamali) telah memberikan laba hinggga USD$ 755 juta Rp 9,81 triliun (kurs rupiah Rp 13.000/USD).
Kontribusi BBM PSO dan penugasan mencapai USD$ 637 juta atau sekitar Rp 8,3 triliun (kurs Rp 13.100/USD) dan dari LPG 3 kg sebesar USD$ 117 juta atau sekitar Rp 1,5 triliun.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan, Pertamina seharusnya tidak mengambil keuntungan dari rakyat melalui BBM bersubsidi.
“Seharusnya pertamina tidak berdagang kepada rakyat dengan cara mengambil keuntungan yang besar dari jualan BBM bersubsidi seperti premium dan solar,” ungkap Enny di Jakarta, Jumat (22/9).
Tak hanya itu, Enny juga sangat menyayangkan jika sampai saat ini Pertamina tidak ada inisiatif untuk mengungkap harga keekonomian atas BBM subsidi ini secara transparan. Selama ini, tambah dia, masyarakat hanya disuguhkan tentang keuntungan, laba dan kinerja Pertamina, tanpa tahu transparansi harga keekonomian BBM subsidi tersebut.
“Padahal pertamina harus transparan, jangan rakyat yang menderita di atas keuntungan Pertamina,” tegasnya.
Dalam penjelasan di Laporan Keuangannya, Pertamina menyatakan bahwa laba usaha BBM PSO 449,9% lebih tinggi dibandingkan periode sama 2015.
Tingginya kenaikan laba ini disebabkan oleh rendahnya biaya produk sejalan dengan penurunan harga MOPS (Mid Oils Platts Singapore) dan ICP (harga minyak mentah Indonesia) yang merupakan komponen pembentuk biaya produk.
Adapun realisasi ICP di semester I 2016 hanya USD$ 36,16 per barel, jauh dibawah RKAP Pertamina sebesar USD$ 50 per barel.
Maka, dengan modal harga minyak yang rendah dan menjual BBM dan LPG subsidi di harga tinggi, di semester I ini Pertamina mampu mengantongi EBITDA sebesar USD$ 4,1 miliar, dengan EBITDA margin 23,9% atau 128% dari RKAP yang dirancang perusahaan. Sementara laba bersihnya mencapai USD$ 1,83 miliar, 113% lebih tinggi dari RKAP perseroan. (Restu)