NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) telah usai, kini KPU dan MK sendiri harus kembali berhadapan dengan sengketa hasil Pileg 2019 di tempat sama.
Komisi Pemilihan Umum menyiapkan dokumen dan bukti jawaban sekitar seratus boks untuk menghadapi sidang PHPU Pileg 2019 di MK. Sidang perdana sengketa Pileg dimulai pada Selasa 9 Juli 2019 dan berakhir pada 12 Juli 2019 serta keputusan finalnya 9 Agustus 2019.
Komisioner KPU, Wahyu Setiawan menyampaikan salah satu jenis bukti yang diregistrasi KPU adalah formulir C1 atau bukti penghitungan suara di TPS.
Menurut Wahyu, KPU bersama lima firma hukum telah siap menghadapi 260 gugatan dari 20 partai politik di MK.
“Tentu KPU dalam posisi akan berupaya bersama tim hukum untuk mempertahankan hasil pemilu yang sudah ditetapkan oleh KPU di setiap tingkatan,” ujarnya.
Di kesempatan yang sama, Komisioner KPU Hasyim Asy’ari mengatakan KPU belum memastikan akan menghadirkan saksi atau di setiap perkara.
Kata dia, tak menutup kemungkinan KPU juga tak menghadirkan saksi jika gugatan dari partai politik tidak begitu kuat.
“Kalau sudah masuk ke pemeriksaan, baru kita melihat yang didalilkan apa saja. Baru kita bisa mengatur strategi, apakah perlu kita menyiapkan saksi,” ucap Hasyim.
Sidang PHPU Pileg di MK akan dimulai Selasa 9 Juli 2019. MK punya waktu 30 hari kerja atau hingga 9 Agustus 2019 untuk memutus perkara.
Barang bukti tentu saja sesuai dengan yang disengketakan, data pendukung kita siapkan, dokumen yang diperlukan kita siapkan. Termasuk lembar C1,” ucapnya.
Sebelumnya, MK melakukan proses registrasi gugatan pileg. Dari total 340 gugatan, hanya 260 perkara yang diregistrasi MK dan akan disidangkan.
“MK menerima permohonan 340 untuk pileg. DPD-nya pokoknya 10. 330 DPR/DPRD-nya. 330 itu permohonan yang diterima atau diajukan oleh partai politik. Nah, dalam registrasi yang dilakukan, itu dari 340 itu menjadi 260 perkara yang diregistrasi.
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pendahuluan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) legislatif untuk daerah pemilihan dari sembilan provinsi pada Kamis (11/7/2019).
Sembilan provinsi itu adalah Sumatera Utara, Maluku, Sumatera Barat, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Yogyakarta, Papua Barat, Kepulauan Riau, dan Kalimantan Timur.
“Dari sembilan provinsi tersebut, ada 73 perkara PHPU legislatif yang akan disidangkan dengan agenda pemeriksaan pendahuluan,” ujar Kepala Bagian Humas dan Hubungan Dalam Negeri MK, Fajar Laksono seperti dilansir dari Antara, Kamis (11/7).
Persidangan untuk perkara PHPU legislatif ini terbagi dalam tiga ruang sidang panel. Pada panel pertama diketuai oleh Ketua MK Hakim Konstitusi Anwar Usman, dengan anggota Enny Nurbaningsih dan Arief Hidayat.
Anwar merupakan hakim konstitusi dengan lembaga pengusul MA, sementara Enny diusulkan oleh Presiden (pemerintah), Arief diusulkan oleh DPR.
Pada panel kedua diketuai oleh Wakil Ketua MK Aswanto dengan anggota Saldi Isra dan Manahan MP Sitompul. Aswanto merupakan hakim konstitusi yang diusulkan oleh DPR, sementara Saldi diusulkan oleh Presiden dan Manahan diusulkan oleh MA.
Panel ketiga diketuai oleh Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna dengan anggota Suhartoyo dan Wahiduddin Adams. Palguna merupakan hakim konstitusi yang diusulkan oleh Presiden. Sementara Suhartoyo diusulkan oleh MA dan Wahiduddin diusulkan oleh DPR.
Menurut pendapat mahmudzar, pakar hukum tata negara Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, gugatan sengketa pemilu 2019 baik Pilpres maupun Pileg muncul karena indikasi adanya ketidakjujuran dalam Pemilu 2019 yang berasas luber dan jurdil.
“Adanya ketidakjujuran dalam pemilu sehingga orang mengadukan sengketa ke MK. Ini menandakan asa Pemilu pemilu yang jujur dan adil itu masih banyak pelanggaran,” kata Mahmudzar.
Disarankan Mahmudzar, MK mengambil keputusan per partai politik hanya satu perkara saja, sengketa hasil pilihan legislatif yang akan disidangkan di MK.
“Jadi tidak 260 sengketa pemilu di MK, Partai Politik hanya diperbolehkan mengajukan 1 perkara, bukan perorangan melalui jalur partai, sehingga jumlah sengketa perkaranya tidak sebanyak itu (260 sengketa-red, 10 perorangan DPD),” terang Mahmudzar yang juga adalah lulusan Doktoral Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.
Selain itu, MK dalam mengambil keputusan menggunakan E-rekap KPU sebagai patokan dalam perhitungan suara dan penentuan kursi dari masing-masing parpol.
“KPU dengan 11 dalil data yang ada sudah termasuk salinan C-1 ataupun sertifikat perhitungan suara sudah cukup kuat menjadi pertimbangan MK dalam menghitung perolehan suara. Apabila dihitung ulang, form C-1 itu dan salinannya saja sudah cukup menjadi dasar perhitungan bila terjadi selisih perhitungan suara,” katanya mengakhiri perbincangan. (aji)
Editor: Eriec Dieda