NUSANTARANEWS.CO – Panitera Sekretaris (Pansek) Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Edy Nasution segera merasakan panasnya kursi pengadilan. Hal ini setelah berkas perkara kasus suap peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang menjerat dirinya sebagai tersangka dinyatakan lengkap atau P21. Telah lengkapnya berkas perkara Edy disampaikan Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha di Gedung KPK, Jakarta, Rabu, (31/8/2016).
“Pelimpahan dilakukan pada 29 Agustus 2016,” ujarnya.
Rumusan pidana akan tertuang dalam berkas dakwaan yang disusun jaksa. Dakwaan ini yang akan dibacakan pada sidang perdana kasus ini di Pengadilan Tipikor Jakarta dan apabila hakim menyetujui, maka dakwaan akan menjadi dasar pembuktian dengan menghadirkan saksi serta barang bukti.
Kasus ini bermula dari sengketa antara PT Across Asia Limited (AAL) dengan PT First Media. PT AAL sesuai Putusan Kasasi Mahkamah Agung No. 214/Pdt.Sus-Pailit/2013 tertanggal 31 Juli 2013, dinyatakan pailit. Putusan telah diberitahukan oleh PN Jakarta Pusat kepada PT AAL pada 7 Agustus 2015.
Awalnya pihak PT AAL tidak mengajukan banding ke MA sampai batas akhir pengajuan selesai. Namun keputusan itu berubah. Eddy Sindoro dari PT Artha Pratama Anugerah memerintahkan anak buahnya yakni Huresty Kristian Hesti dan Doddy Aryanto Supeno untuk mengurus pengajuan kembali (PK).
Dalam proses tersebut, Huresty kemudian menemui Edy Nasution. Edy awalnya mengaku tak bisa membantu pengurusan perkara itu. Hanya saja, setelah diiming-imingi uang senilai R p50 juta, dia mengabulkan permintaan dari pihak Eddy Sindoro.
Untuk memastikan berkas PK itu segera dikirim, Nurhadi menghubungi Edy Nasution. Dalam percakapan melalui telepon itu, dia meminta Edy segera menyerahkan berkas ke MA. Berkas kemudian dikirim pada 30 Maret 2016.
Berawal dasi temuan itulah tim satgas KPK melalukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Panitera Sekretaris (Pansek) dari PN Jakarta Pusat Edy Nasution. Selain menangkap Edy, KPK juga menangkap Doddy Aryanto Supeno. Doddy adalah sebagai asisten pribadi (aspri) mantan Petinggi Lippo Group Eddy Sindoro. Dia diduga perantara pemberi suap. Dalam OTT tersebut, KPK menyita uang sebesar Rp 50 juta.
Berkas Doddy sendiri sudah masuk dalam persidangan, hingga kini persidangan atas perkaranya masih berlangsung. Selama persidangan berlangsung, banyak fakta-fakta baru. Seperti keterlibatan Nurhadi Abdurrachman yang saat itu masih menjabat sebagai Sekretaris Mahkamah Agung (SekMA). Nurhadi diduga pihak yang mengamankan seluruh perkara Lippo Group.
Selain itu Nurhadi dalam fakta persidangan juga terungkap bahwa petinggi Lippo Group melalui Doddy pernah memberikan sejumlah uang kepada pejabat-pejabat negara lainnya seperti Mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi dan Birokrasi (MenPANRB) Yuddy Chrisnandi, serta Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nusron Wahid.
Atas perbuatannya, Edy sebagai perantara penerima suap disangkakan dengan Pasal 12 huruf a dan atau huruf b dan atau pasal 13 UU tindak pidana korupsi (Tipikor) Nomor 31 thn 1999 sebagaimana telah diubah di UU Tipikor Nomor 20 tahun 2001 Juncto pasal 64 KUHPidana Juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana.
Sedangkan Doddy sebagai perantara pemberi disangkakan dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a Pasal 5 ayat (1) huruf (b) dan atau pasal 13 UU tipikor Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah di UU Tipikor Nomor 20 Tahun 2001 Juncto pasal 64 KUHPidana Juncto pasal 5 ayat 1 ke 1 KUHPidana. (Restu)