Gaya HidupPeristiwa

Wajah Kali Ciliwung Riasan Komunitas Ciliwung Condet

Ciliwung yang manis (2)
Wajah Kali Ciliwung Riasan Komunitas Ciliwung Condet (KCC)/Foto Ilustrasi SelArt/Nusantaranews.co

NUSANTARANEWS.COCiliwung merupakan kali yang sering disebut-sebut kebanyakan orang karena airnya yang bau dan kotor, juga keberadaan sampah yang tidak enak dipandang mata. Penilaian tersebut tentu perlu dibuktikan, karena ketika memasuki sebuah gang yang bertuliskan “Save Our Ciliwung” di pintu gapura yang berada di Jl. Munggang Nomor 6 RT 10, RW 04, Condet Balekambang, Keramat Jati, Jakarta Timur, akan dibuat takjub dengan pemandangan yang tidak biasa kita temukan di Ibu Kota Jakarta.

Melihat kali Ciliwung yang bersih, tanaman dan pohon-pohon yang menjulang tinggi dan berusia sudah puluhan tahun berdiri dengan kokoh, misalnya seperti pohon duku, nangka, dan masih banyak lagi.  Selain tunbuh-tumbuhan yang membuat suasana menjadi ssjuk, juga terdapat aneka satwa seperti musang, burung, dan ikan. Adapun, konon masih adanya hewan purbakala seperti Senggawangan, yaitu hewan yang hampir mirip seperti kura-kura. Hewan ini sudah ada sejak nenek moyang, dan sekarang sudah hampir punah.

Baca Juga:  Gambarnya Banyak Dirusak di Jember, Gus Fawait: Saya Minta Maaf Kalau Jelek Gambarnya

Berbicara mengenai kali Ciliwung tentu tidak terlepas dari Komunitas Ciliwung Condet (KCC). Pasalnya komunitas tersebut sebagai wadah untuk memajukan kali Ciliwung supaya bisa mempertahankan kelestariannya, juga menjadi tempat di mana orang-orang belajar untuk mencintai ekosistem alam.

Berawal dari beberapa orang yang mempunyai visi dan misi yang sama, serta mempunyai keahlian khusus di bidang lingkungan, IT, Dll, maka terbentuklah sebuah komunitas yang dibangun dari tahun 2002 dan bertahan sampai sekarang. Dan terdapat pula hari Ciliwung tepat pada tanggal 11 November.

KCC dalam aktifitasnya melakukan banyak hal seperti mengadakan sekolah alam, dan untuk anak-anak terdapat seni, budaya tari, pencak silat, edukasi lingkungan, dan masih banyak lagi. Untuk kawasan KCC luasnya mencapai 2 Hektar. KCC pun dengan agendanya sendiri tidak selalu mulus. Pasalnya ada kendala yang selalu menghampiri.

“Justru kendalanya di masyarakat itu sendiri, karena masih ada masyarakat kurang menyadari apa arti sungai, masyarakat menganggap bahwa sungai itu sebagai pembuangan sampah. Padahal air itu sumber kehidupan” ujar Kodrat (44) salah satu penggagas yang ada di KCC, Sabtu (11/06) lalu.

Baca Juga:  Sampaikan Simpati dan Belasungkawa, PPWI Lakukan Courtesy Call ke Kedubes Rusia

Ia melanjutkan, kurangnya kesadaran masyarakat perihal sungai menjadi salah satu keprihatinan. Pasalnya masih ada yang membuang sampah sembarangan atau limbah pabrik ke sungai yang dapat memberikan dampak yang luar biasa bagi masyarakat. Selain itu kekhawatiran KCC terhadap  pemprof DKI Jakarta tentang adanya wacana untuk melakukan tindakan membeton sepanjang kali Ciliwung, karena dari pihak KCC pun mempunyai konsep untuk mempertahankan, melestarikan, merawat, mempedulikan kali Ciliwung.

“Saya ingin Ciliwung ini bukan dinormalisasi dengan dibikin beton. Karena dapat merusak ekosistem dan penyerapan pada air. terus pohon disekitar kali pasti ditebang. bayangkan aja nantinya akan jadi panas, gersang” tegas Kodrat.

menurut pihaknya membuat beton adalah solusi yang tidak solutif. Karena akan memberikan dampak buruk bagi tumbuh-tumbuhan dan masyarakat sepanjang kali Ciliwung, Seperti halnya yang dikatakan oleh Abdul Kodir (44) salah satu penggagas KCC.

“Ciliwung ini kan sebagai tempat sekolah, belajar, berdiskusi, masak geser-geser mau dibikin beton. Beton untuk apa?.”

Baca Juga:  Peduli Bencana, PJ Bupati Pamekasan Beri Bantuan Makanan kepada Korban Banjir

Pasalnya dalam hal ini banyak pihak yang berpendapat pro dan kontra. KCC misalnya, mereka tidak sepakat Pemprof DKI melakukan hal tersebut karena selain merusak alam juga merugikan masyarakat khususnya Condet. meskipun sudah ada mediasi yang dilakukan Pemprof DKI dan komunitas KCC.

“Kita memberikan kesegaran, tapi kalau pemerintah memberikan keputusan lalu ada yang menyimpang, itu bukan berarti menentang. Kalau pemerintah tidak menghargai masyarakat, kita juga tidak mengakui pemerintah,” tegas Abdul.

Related Posts

No Content Available