NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pemerhati Laut China Selatan dan peneliti pada Program Asia, Chantam House di London Bill Hayton mengungkapkan bahwa Cina telah berhasil merasuki 10 negara yang tergabung dalam ASEAN. Cina berhasil memanfaatkan pengaruhnya agar ASEAN tidak memasukkan pernyataan pedoman berperilaku (code of conduct) dengan Cina di Laut China Selatan yang mengikat secara hukum.
Cina telah memperluas kehadirannya di daerah yang disengketakan dalam beberapa tahun terakhir di Laut China Selatan. Cina membangun pulau buatan raksasa yang dapat digunakan sebagai pangkalan militer. Hal ini sebetulnya telah lama membuat ASEAN jengah karena khawatir Laut China Selatan dikontrol Cina secara de facto.
Karuan saja, dua diplomat yang terlibat dalam forum ASEAN menolak untuk mengatakan bahwa kode etik yang diharapkan dapat mengikat secara hukum. Namun Vietnam bersikeras menegaskan bahwa kode tersebut mengikat secara hukum.
A small win for Vietnam as ASEAN takes a tougher line on the South China Sea than China and Duterte wanted https://t.co/JaLUkvHuna
— Bill Hayton (@bill_hayton) August 6, 2017
Alhasil, ASEAN gagal memasukkan pernyataan bahwa pedoman berperilaku dengan Cina di Laut China Selatan mengikat secara hukum. Artinya, komunike ASEAN menyangkut Laut China Selatan telah dimenangkan secara politik oleh Cina.
“Vietnam bersikeras, dan Cina secara efektif menggunakan Kamboja untuk memperjuangkan kepentingannya,” kata seorang diplomat kepada AFP pada hari Minggu (6/8).
Muncul kritik tajam bahwa Cina memang berusaha memecah-belah ASEAN dengan taktik tangan besi dan diplomasi buku cek atau menekan dengan memakai kartu ekonomi. Upaya Cina ini berhasil memikat negara-negara ASEAN seperti Kamboja dan Laos. Negara-negara ASEAN telah condong ke Cina, terutama mereka yang berkonflik di Laut China Selatan termasuk Filipina.
Baca: Selamat Ulang Tahun ASEAN Ke-50
Filipina, di bawah kepemimpinan Rodrigo Duterte memang telah berulang kali menegaskan pemerintahannya ingin memperbaiki hubungan dengan Cina. Pasalnya, sejak kepemimpinan Benigno Aquino, Cina sulit mempengaruhi Filipina karena Aquino sangat kritis dan vokal terhadap Cina. Ambil contoh misalnya kasus klaim Cina di wilayah perairan Laut Cina Selatan (LCS) yang ditandai dengan sembilan garis putus-putus atau nine-dash-line bertentangan dengan kedaulatan wilayah Filipina dan hukum laut internasional. Kasus ini dimenangkan Filipina setelah pengadilan Mahkamah Arbitrase Internasional atas sengketa Laut Cina Selatan akhirnya dirilis pada Selasa (12/7) silam.
Sejak 2013, Cina telah mengklaim hak eksklusif dan yurisdiksi 90 persen perairan dan dasar Laut China Selatan beserta seluruh sumber daya lautnya. Negara komunis itu juga tidak mengizinkan Filipina mengeksploitasi ikan dan minyak di perairan strategis di kawasan Zona Ekonomi (ZEE) Filipina, utamanya Scarborough Shoal. Atas sikap dan tindakan Cina, Presiden Filipina waktu itu, Benigno Aquino meluncurkan gugatan ke Mahkamah Arbitrase Internasional di Den Haag dan selang tiga tahun kemudian Filipina memenangkannya.
Baca: Foley Hoag LLP: Putusan PCA Berdampak pada Indonesia