HeadlineKolomPolitik

19 Tahun Lalu Presiden Soeharto Mengundurkan Diri, Reformasi Apa Kabar?

NUSANTARANEWS.CO – 19 tahun lalu, tepatnya tanggal 21 Mei 1998, Indonesia memulai sebuah era baru bernama reformasi. Era yang disambut gembira ini ditandai dengan pembacaan surat pengunduran diri dari kursi kepresidenan oleh Presiden Soeharto. Praktis Orde Baru yang berlangsung selama 32 tahun runtuh. Posisi Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia otomatis digantikan oleh wakilnya BJ Habibie.

Sejarah mencatat, peristiwa menegangkan ini terjadi karena dipicu oleh krisis moneter yang ditandai dengan turunnya kurs rupiah dari sekitar RP.2000 per dolar AS turun menjadi RP.17.000 per dolar AS. Ribuan mahasiswa menguasai gedung DPR RI menuntut Presiden Soeharto mundur.

Gemuruh mahasiswa mengupung DPR bermula dari krisis ekonomi berpanjangan sejak Agustus 1997. Krismon ini kemudian menjelma krisis multidimensional dan membias ke ranah politik.

BJ Habibie selaku wakil Presiden waktu itu, mengisahkan ketegangan sehari sebelum dirinya menggantikan Soeharto. Ditambah lagi insiden yang menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998. Situasi semakin tegang setelah kerusuhan pecah yang dibarengi dengan pembakaran dan penjarahan di ibukota dan di sejumlah daerah pada 13-14 Mei 1998.

Gelombang besar mahasiswa merangsek dan menduduki Gedung DPR menuntut Soharto mundur. Tak hanya dari kalangan mahasiswa, pada tanggal 18 Mei 1998, sore sekitar pukul 15.30 WIB, Harmoko di Gedung DPR, yang dipenuhi ribuan mahasiswa, menyatakan bahwa demi persatuan dan kesatuan bangsa, pimpinan DPR, baik Ketua maupun para Wakil Ketua, mengharapkan Presiden Soeharto mengundurkan diri secara arif dan bijaksana.

Baca Juga:  Asisten Administrasi Umum Nunukan Buka Musrenbang Kewilayahan Dalam Rangka Penyusunan RKPD Tahun 2025

Pidato Harmoko saat itu pun disambut gembira oleh ribuan mahasiswa yang mendatangi Gedung DPR itu. Namun kebahagiaan itu tidak berlangsung lama, karena pada malam harinya, pukul 23.00 WIB Menhankam/ Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto menyebut bahwa pernyataan Harmoko itu merupakan sikap dan pendapat individual, karena tidak dilakukan melalui mekanisme rapat DPR.

Selanjutnya, tanggal 19 Mei 1998, sekitar pukul 09.00, Presiden Soeharto bertemu ulama dan tokoh masyarakat, yakni Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama Abdurrahman Wahid, budayawan Emha Ainun Nadjib, Direktur Yayasan Paramadina Nurcholish Madjid, Ketua Majelis Ulama Indonesia Ali Yafie, Prof Malik Fadjar (Muhammadiyah), Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Indonesia Yusril Ihza Mahendra, KH Cholil Baidowi (Muslimin Indonesia), Sumarsono (Muhammadiyah), serta Achmad Bagdja dan Ma’aruf Amin dari NU.

Alasan untuk mundur bagi Soeharto semakin kuat setelah lahir mosi tidak percaya kepada Presiden semakin mengkristal yang dilancarkan oleh Menteri Pariwisata, Seni, dan Budaya Abdul Latief dengan menyatakan diri mundur dari kabinet. Padahal, bos Latief Group dan pemilik Lativi itu merupakan ‘pembantu’ pertama Presiden Soeharto.

Presiden Soeharto terluka hatinya, sebab 14 menteri menolak untuk duduk dalam Kabinet Reformasi yang akan dibentuk oleh Seoharto. Sakit hati Seoharto bersumber dari Menteri Koordinator bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri Ginandjar Kartasasmita sewaktu menghubungi Habibie melalui saluran telepon pada 20 Mei 1998.

Baca Juga:  Prabowo Temui Surya Paloh, Rohani: Contoh Teladan Pemimpin Pilihan Rakyat

Pernyataan Ginandjar itu tertuang dalam “Deklarasi Bappenas” yang ditandatangani 14 menteri, yaitu Akbar Tandjung, AM Hendropriyono, Ginandjar Kartasasmita, Giri Suseno Hadihardjono, Haryanto Dhanutirto, Justika S Baharsjah, Kuntoro Mangkusubroto, Rachmadi Bambang Sumadhijo, Rahardi Ramelan, Subiakto Tjakrawerdaya, Sanyoto Sastrowardoyo, Sumahadi, Theo L Sambuaga, dan Tanri Abeng.

Pantas saja, Bapak Pembangunan itu terpukul setelah Habibie tanpa tedeng aling-aling menyempaikan kabar yang diterima dari Ginandjar. Soeharto benar-benar merasa ditinggalkan. Parahnya, Soeharto menerima surat pernyataan itu pukul 20.00 WIB pada 20 Mei 1998. Padahal, menurut rencana Soeharto akan mengumumkan kabinet reformasi yang dibentuknya pada 21 Mei 1998. Kemudian melantiknya pada 22 Mei 1998. Selanjutnya, Soeharto akan melakukan pembicaraan dengan pimpinan DPR/MPR terkait permintaan dirinya mundur, yang sedianya akan dilakukan pada 23 Mei 1998.

Reformasi meledak tanpa bisa ditunda lagi. Soeharto pun membuat keputusan penting, bahkan Habibie yang sudah jelas-jelas menyatakan akan setia sampai akhir dengan Soeharto pun tidak tahu tentang rencana pengunduran diri Soeharto pada 21 Mei 1998. Dalam benak Habibie, Soeharto akan lengser setelah kabinet itu terbentuk.

Dan kabarnya, Habibie juga punya niatan kuat untuk menjadi Presiden sehingga tak sabar menunggu pengunduran diri Soeharto. “Terserah nanti. Bisa hari Sabtu, hari Senin, atau sebulan kemudian, Habibie akan melanjutkan tugas sebagai presiden.” Begitulah kata-kata Soeharto kepada Habibie.

Baca Juga:  Wabup Nunukan Buka Workshop Peningkatan Implementasi Reformasi Birokrasi dan Sistem Akuntabilitasi Instansi Pemerintah

Disebutkan bahwa, Habibie mendengar dari Mensesneg Saadilah Mursyid bahwa Soeharto akan mundur pada 21 Mei 1998 pukul 10:00 WIB. Di luar yang diketahui Habibie, Soeharto mengumpulkan staf ahli Presiden Yusril Ihza Mahendra, Saadilah Mursyid, dan dan Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto.

Kepastian mundurnya Soeharto disampaikan Yusril kepada Amien Rais bahwa Soeharto akan mundur meletakkan jabatannya yang akan disampaikan lewat sebuah pengumuman resmi di Istana Kepresidenan pada tanggal 21 Mei 1998 pukul 09.00 WIB.

“Saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden RI, terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari ini, Kamis 21 Mei 1998,” ujar Soeharto saat membacakan surat pengunduran dirinya.

Banyak orang bersorak saat televisi mengumumkan langsung orang nomor satu di Indonesia saat itu menyatakan mundur dari kursi kekuasaannya yang telah diduduki selama 32 tahun. Para mahasiswa berteriak seolah memenangkan pertempuran besar. Namun sebagian ada juga yang meneteskan air mata saat melihat tubuh pria renta itu membacakan surat sakti yang menandai dimulainya orde reformasi.

Usia reformasi sudah 19 tahun pula. Apa yang dihasilkan dari orde reformasi seperti yang tengah terjadi dewasa ini. Semua bertanya apakah reformasi berhasil? Semua terkenang akan kebijakan-kebijakan Seoharto yang pernah membuat Indonesia jaya di Asia. Tentu dengan tanpa meniadakan segenap kekurangannya sebagai pemangku kekuasaan yang disebut-sebut sebagai pemimpin otoriter.

Penulis: Achmad Sulaiman | Dari Berbagai Sumber

Related Posts

1 of 36