Puisi HM. Nasruddin Anshoriy Ch (Gus Nas)
Seusai subuh yang gaduh
Pada musim kemarau kemerdekaan yang riuh
Bung Karno turun dari Semeru
Puncak gunung yang penuh sembilu
Setelah berguru pada para empu
Seusai belajar pada para pujangga
Negeri yang sedang hamil tua ini
Sudah seharusnya memiliki pusaka
Siang-malam ia berbincang dengan bintang-gemintang
Juga meraung dan menerjang bagai binatang jalang
Zamrud dan permata Katulistiwa harus merdeka
Bung Karno tak hanya meruwat cinta pada bangsanya
Ia pun merawat Ibu Pertiwi ini dengan otot-kawat dan balung-wesi dengan rangkaian Sila penuh pesona
Setelah memetik taring dari ketajaman kata Tjokroaminoto
Rumah tua di Gang Leteh itu menjadi saksinya
Seusai bersalam taklim dengan Agus Salim
Dan terus bersilat kata dengan Sjahrir dan Hatta
Bung Karno makin mendidih darahnya
Di Ende
Dalam pengasingan yang jauh dari bising
Bung Karno menyaksikan daun jatuh
Dari pohon sukun bercabang lima
Cahaya dan pesona bertabur di cakrawala
Pancasila memancar dan mendidih di relung jiwa
Malam bertabur jelaga
Siang beriak bercipratan air tuba
Laras sepatu Belanda terus menginjak bumi persada
Bung Karno terus menggali sumur leluhur
Dan menyalakan api revolusi dalam dadanya
Di bumi indah bernama Paris van Java
Dalam keteduhan kasih Inggit Ganarsih
Pusaka bagi bangsa itu makin tajam diasahnya
Bung Karno makin matang merangkai makna
Di hadapan putra-putri bangsa
Dalam sidang Dokuritsu Junbi Cosakai yang gegap-gempita
Pancasila itu akhirnya meledak indah penuh pesona
Di negeri yang dirahmati Tuhan yang Maha Esa ini
Ketuhanan adalah tonggak termulia untuk berbangsa
Walau suku tak sama
Walau berbeda agama
Walau warna kulit telah ditakdir berbeda
Tapi dalam perlindungan dan naungan cinta Tuhan Yang Esa
Negeri ini akan rukun dan damai selamanya
Kemanusiaan adalah puncak segala martabat
Kemanusiaan yang adil menjadi pilar perkasa
Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah tonggak kedua yang akan memperkokoh bangunan bangsa
Merawat kemanusian yang berkeadilan
Bertindak adil demi kemanusiaan
Adalah puncak segala peradaban
Persatuan Indonesia adalah mukjizat dari langit
Yang wajib terus dipelihara bersama
Dengan berpegang erat pada rantai emas persatuan
Keindonesiaan akan menjelma taman surga
Papua dan Nangro Aceh adalah saudara
Miyangas dan Sangihe adalah satu juga
Warna-warni pelangi
Menjadi selendang bianglala
Bersatu walau berbeda suku
Bersama walau berbeda agama
Merayakan cinta bagi Ibu Pertiwi
Merajut kasih bagi Indonesia
Simak: Dirgahayu, Indonesia dan Karikatur Proklamasi – Puisi HM. Nasruddin Anshoriy Ch
Demi persatuan Indonesia
Tak ada tebang-pilih
Tak ada pilih-kasih
Berdiri sama tinggi
Tak ada yang merendahkan harkat sesama
Daulat bangsa dijunjung bersama
Kerakyatan menjadi nafas bersama
Kerakyatan yang dipimpinan oleh hikmah kebijaksanaan adalah denyut nadi demokrasi
Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan menjadi pijakan bersama
Tanpa tipu muslihat
Tanpa intrik politik
Tanpa rekayasa atas nama agama
Dan di atas semua itu
Keadilan Sosial menjadi tujuan bersama
Bagi seluruh rakyat Indonesia
Sebab kesenjangan yang kian menganga
Adalah tiang keropos bagi daulat bangsa
Keadilan Sosial yang hanya sebatas kata-kata
Menjadi benalu bagi hidup bernegara
Bung Karno tak pernah sendiri dalam menggali
Sebab para pendiri bangsa ini
Selalu saling berbagi dalam dada dan jiwa
Selalu saling memberi dalam cinta dan fatwa
Jika hari ini kita begitu risau dengan negeri ini
Sudah saatnya kita terus mengaca diri
Siapa yang selalu bekerja
Siapa yang hanya berkata-kata
Siapa yang merelakan jiwa-raganya
Akan tergambar dengan jelasnya
Bangsa ini telah mencatat sejarahnya sendiri
Jawa-Bugis-Batak-Dayak dan ratusan suku lainnya
Islam-Kristen-Hindu-Budha dan agama lainnya
Adalah keberkahan hidup yang menjadi Tamansari Nusantara
Di bawah kibaran Merah-putih di cakrawala
Garuda selalu perkasa di dalam dada
Bangunlah wahai bangsa satu bendera
Bangkitlah wahai jiwa-raga satu nusa
Masa depan emas Indonesia Raya
Ada di genggaman kita
(Merayakan Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2017 – Gus Nas Jogja)
*HM. Nasruddin Anshoriy Ch atau biasa dipanggil Gus Nas mulai menulis puisi sejak masih SMP pada tahun 1979.
Tahun 1984 mendirikan Lingkaran Sastra Pesantren dan Teater Sakral di Pesantren Tebuireng, Jombang. Pada tahun itu pula tulisannya berupa puisi, esai dan kolom mulai menghiasi halaman berbagai koran dan majalah nasional, seperti Horison, Prisma, Kompas, Sinar Harapan dll.
Tahun 1987 menjadi Pembicara di Forum Puisi Indonesia di TIM dan Pembicara di Third’s South East Asian Writers Conference di National University of Singapore. Tahun 1991 puisinya berjudul Midnight Man terpilih sebagai puisi terbaik dalam New Voice of Asia dan dimuat di Majalah Solidarity, Philippines. Tahun 1995 meraih penghargaan sebagai penulis puisi terbaik versi pemirsa dalam rangka 50 Tahun Indonesia Merdeka yang diselenggarakan oleh ANTV dan Harian Republika
__________________________________
Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resinsi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: redaksi@nusantaranews.co atau selendang14@gmail.com.