Wacana Jokowi-JK Jilid Dua, Median Sebut JK Masih Bisa Jadi Penentu di Pilpres 2019

Presiden RI Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla di sela-sela acara Sidang Kabinet Paripurna, di Istana Negara, Jakarta, pada Senin, 24 Juli 2017. Foto: Dok. Sekretarian Kepresidenan

Presiden RI Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla di sela-sela acara Sidang Kabinet Paripurna, di Istana Negara, Jakarta, pada Senin, 24 Juli 2017. (Foto: Dok. Sekretariat Kepresidenan)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Direktur Eksekutif Median, Rico Marbunide menilai wacana pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) jilid dua yang ramai dibicarakan publik, tidak operasional. Sebab, kata dia, beberapa aturan yang bisa mengganjal pencalonan kembali JK.

“Ide Jokowi-JK jilid kedua yang dilemparkan PDIP ini lebih pada makna simbolik, yakni negosiasi kepada JK. Bagaimanapun, JK sebagai politikus senior memiliki simpul simpul politik yang sangat menentukan bagi perjalanan periode ke dua Jokowi dan PDIP,” kata Rico kepada media, Jakarta, Selasa (27/2/2018).

Dengan demikian, kata dia, akan sangat sulit dibantah pada pencapresan di 2019 nanti Jokowi bisa menentukan cawapresnya sendiri, karena tetap restu dari Ketua Umum PDIP akan sangat menentukan, dan juga komunikasi dengan JK.

“PDIP sadar sosok JK, sulit untuk dimajukan kembali sebagai pendamping Jokowi. Tapi sosok JK adalah simbol key player bersama Megawati untuk menentukan siapa cawapres Jokowi,” ujarnya.

“Wacana JK jadi salah satu cawapres yang akan diunggulkan sebatas simbol saja, karena JK dan Megawati adalah key player jadi seolah wacana ini seperti palang pintu saja. Pendampingi Jokowi itu ditentukan oleh Megawati dan JK,” imbuh Rico. Kendati, timpalnya sendiri, banyak tokoh dari partai koalisi pemerintah yang menawarkan nama cawapres ke Jokowi. Nama-nama itu, menurutnya akan sangat kecil kemungkinan dipakai.

Saat PDIP belum mengumumkan Jokowi sebagai capres, komunikasi tokoh-tokoh partai yang mendeklarasikan sebagai cawapres Jokowi bisa dilakukan secara langsung ke Jokowi. Namun, ketika PDIP kemudian mendeklarasikan Jokowi sebagai capres pola komunikasi cawapresnya menjadi berubah.

Otoritas pencawapresan kemudian beralih ke Ketua Umum PDIP, sehingga negosiasi cawapres itu tidak bisa lagi dilakukan langsung ke Jokowi tapi harus melalui Megawati. Dengan kata lain, tokoh tokoh yang sekarang diajukan oleh partai pendukung Jokowi hanya simbol dari tokoh kunci.

“Tokoh-tokoh inilah bisa jadi yang akan mendapatkan rekomendasi dari JK. Jadi ini negosiasinya bukan lagi antara Jokowi dengan ketua ketua partai, tapi poros yang dibangun adalah poros Megawati-JK,” papar Rico.

Karenanya, lanjut Rico, penyebutan nama JK ini lebih pada ‘palang pintu’ bagi tokoh tokoh yang lain. Ini perlu disadari oleh tokoh tokoh seperti Wiranto, Airlangga Hartarto, atau Muhaimin Iskandar. “Mereka perlu mendekat atau mendapatkan restu dari JK. Karena tidak ada jaminan partai yang memberi dukungan terhadap Jokowi saat ini, sama memberi dukungan terhadap pilihan PDIP nanti,” kata dia.

“Dengan deklarasi PDIP mengusung Jokowi dan wacana yang dilemparkan Jokowi-JK jilid dua, Megawati telah mengunci gerak Jokowi untuk memilih cawapres sendiri. Dan pola komunikasi dengan Megawati yang sangat menentukan, hanyalah Jusuf Kalla,” tandas Rico.

Pewarta/Editor: Achmad S.

Exit mobile version