Hukum

Vonis Bebas Terdakwa OTT Pungli, Preseden Buruk Penegakan Hukum dan Satgas Saber Pungli

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Dua terdakwa kasus mega pungli Rp 6,1 miliar di terminal peti kemas (TPK) Palaran Samarinda, Kalimantan Timur, Jaffar Abdul Gafar, Ketua Koperasi Samudera Sejahtera (Komura) dan Sekretarisnya, Dwi Hari Winarno, divonis bebas majelis hakim PN Samarinda.

“Membebaskan terdakwa dari semua tuduhannya dan mengembalikan semua harta yang disita baik yang bergerak dan yang tidak bergerak,” kata ketua majelis hakim Joni Kondolele. Menurut hakim, kedua terdakwa tidak terbukti melakukan perbuatan pungli seperti dakwaan jaksa penuntut umum, pada Kamis (21/12/2017) lalu.

Sebelumnya, jaksa penuntut umum, menuntut keduanya 15 tahun penjara dan denda 2,5 miliar kepada Jafar dan Dwi.

Menanggapi keputusan hakim PN Samarinda tersebut, Monitoring Saber Pungli Indonesia menyayangkan putusan bebas terhadap dua terdakwa yang terciduk Operasi Tangkap Tangan (OTT) tim Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) Mabes Polri.

“Putusan hakim PN Samarinda, Kalimantan Timur, telah menodai semangat penegakan hukum dan pemberantasan korupsi dan pemerintahan bersih dan bebas dari pungli sebagaimana tertuang dalam Nawa Cita yang dicanangkan Presiden Joko Widodo dengan membentuk tim Saber Pungli dan dikomandoi Menkopolhukam Jend (purn) Wiranto dan Polri sebagai pelaksna tugas,” ungkap Direktur Eksekutif Monitoring Saber Pungli Indonesia, Fernando Silalahi kepada media, Kamis (8/3/2018).

Baca Juga:  Ketua PERATIN Sulut Ikut Pengambilan Sumpah Advokat di PT Manado

Menurut Fernando, status sebagai tersangka hanya dapat ditetapkan oleh penyidik kepada seseorang setelah memperoleh bukti permulaan yang cukup yaitu paling sedikit 2 jenis alat bukti. Sementara terdakwa yang diputus bebas ini tertangkap dengan barang bukti uang hasil pemerasan. Barang bukti tersebut menguatkan kedudukan alat bukti yang sah (Pasal 184 ayat (1) KUHAP).

“Ibarat seseorang ada di kandang ayam, lalu mengambil ayam dari dalam kandang, kemudian ketahuan sama pemilik serta warga lainnya dan ditangkap. Barang bukti sudah ada, kena tangkap tangan pula, masa hakim PN memvonis bebas. Mau dibawa kemana lembaga penegakan hukum Indonesia?,” tanya Fernando.

Terkait hal tersebut, pihaknya mendesak Komisi Yudisial dan Ombusdman memeriksa dan menindak lanjuti putusan hakim PN Samarinda yang telah menciderai wajah penegakan hukum Indonesia.

“Kami akan terus mengawal kasus ini sampai MA mengabulkan kasasi Jaksa Penuntut Umum dan menjatuhkan hukuman seberat-beratnya bagi dua terdakwa OTT Satgas Saber Pungli. Kami juga akan mengawal Komisi Yudisial dan Ombusdman untuk memerika hakim PN Samarinda,” pungkas Aktivis 98 yang sekarang berprofesi sebagai Advokat/Pengacara dan sedang menyelesaikan studi S3 nya.

Baca Juga:  Wercok Anita Diduga Intervensi Penanganan Kasusnya, Alumni Lemhannas Desak Kapolres Pinrang Dicopot

Diketahui, Bareskrim Polri dan Ditreskrimsus Polda Kaltim, Jumat (17/3) lalu, membongkar dugaan pungli di kawasan TPK Palaran, Samarinda, yang diduga dilakukan buruh bongkar muat dan bermuara ke koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Komura Samarinda.

Petugas saat itu menyita antara lain uang tunai Rp6,1 miliar, 3 unit CPU, dan dokumen penting, di kantor Komura. Kedua terdakwa dijerat dengan pasal 368 KUHP tentang pemerasan dan pasal 3 Undang-undang RI No 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Adapun untuk Komura, polisi memperkirakan total penghasilan dari praktik pungli itu mencapai Rp 2,64 triliun terhitung dari 2010 hingga 2017.

Pewarta: Achmad S.
Editor: M. Yahya Suprabana

Related Posts

1 of 7